Sore hari, keadaan warung Cak Mamat nampak seperti sore-sore pada biasanya, dikunjungi oleh beberapa tukang ojek yang sekadar singgah sejenak, kemudian mencoba merayakan kerja kerasnya dengan aneka kudapan kering dan basah, sambil mereguk secangkir kopi atau dengan segelas coklat dingin, ditemani rokok kretek-tangan pabrikkan.
Cak Mamat yang sudah tak lagi asing dengan penampakkan demikian, merasa senang perasaannya. Karena, selain pendapatan yang masuk cukup lumayan untuk memenuhi "ongkos-dapur" di rumah, tempat berjualannya juga menawarkan suatu gambaran masyarakat yang senang guyub dan berkumpul seperti suatu keluarga. Sehingga, jika satu dari sekian beberapa tukang ojek yang barang satu-dua hari tidak terlihat di warungnya, Cak Mamat langsung bertanya-tanya dalam arti tidak mengutamakan untuk memenuhi laba untungnya, tetapi lebih kepada kabar yang ingin ditemuinya.
Ketika Cak Mamat baru saja selesai menyajikan kopi hitam andalannya kepada pengunjungnya yang kesekian, datang Pentung mengisi ruang kosong sambil mengucapkan salam padanya.
"Assalamualaikum..Cak Maattt!!.."
"Waalaikumsalam, Pentung.. eh, tumben itu kamu ngga bareng sama Jambrong???..." spontan Cak Mamat sambil mengusap dahinya dengan handuk yang tergantung di lehernya.
"Iya, Cak, si Jambrong lagi asik aja itu di kostan, lagi ngga pengen ikut katanya.." sambil membetulkan letak duduknya di bangku panjang.
"Tumben itu dia ya ngga mau ikut...kenapa emang, Tung? Lagi sibuk apa emang dia?" penasaran Cak Mamat.
"Hmm, sebenernya mah dia ngga sibuk-sibuk banget, Cak...cuma lagi ngga mau keluar aja"
"Okedeh, Tung, mau pesan apa? Kopi? Es Coklat?.." Cak Mamat menawarkan.
"Seperti biasa, Cak..Es Kopi" jawab Pentung sambil tersenyum.
Kemudian, ketika Cak Mamat telah selesai meracik dan menghantarkan pesanannya pada Pentung. Dia melihat agaknya ada yang mencolok dari gerak-gerik Pentung ketika sedang asyik dengan gawainya.
"Nih, Tung..Es Kopinya yaa.." meletakan pesanan Pentung, dan berkata "Tung, itu ngapain sih sampai begitu banget main hp??" imbuh Cak Mamat.
"Eeeh, Cak..ini lagi ada aplikasi yang lagi hits di kalangan anak muda jaman sekarang, Cak. Dari aplikasi ini, kita bisa melihat dan tahu bagaimana nantinya raut muka kita ketika memasuki usia senja, Cak" sambil memerlihatkannya pada Cak Mamat.
Ketika Cak Mamat dihadapkan oleh aplikasi yang sedang hits itu, Cak Mamat kaget sekaligus dibuat heran. Dia baru menyadari bahwa ternyata ada aplikasi yang dirancang khusus untuk memerlihatkan dan menggambarkan bagaimana raut muka kita nantinya, jika telah memasuki tahap sebagai orang tua.
"Subhannallah..." sebut Cak Mamat.
"Hahahah, kenapa toh, Cak? Memang asyik nian, Cak. Nah, coba lihat ini lagi, Cak.." giliran Pentung memerlihatkan.
"Subhannallaaaahhh.." Cak Mamat kembali mengucap sambil mengelus-elus dadanya yang penuh dengan keringat.
"Bagaimana, Cak? Keren bukan aplikasinya? Hahahaha.."
"Bisa-bisanya ya dan ada-ada saja ya mainan anak-anak muda jaman sekarang." tanggap Cak Mamat.
"Tetapi, Cak, mungkin sekilas fitur dari aplikasi ini hanya bersifat untuk senang-senang saja, tidak ada yang persis betul menurut saya nantinya jika memang raut muka kita yang akan menjadi tua akan terlihat mirip, atau hampir mendekati seperti apa yang fitur ini sediakan" begitu Pentung membalas.
"Iya, kalau hanya sekadar untuk hiburan tidak jadi soal, Tung. Sebenarnya juga, menurut saya aplikasi tersebut juga bisa kita tangkap maksudnya, bahwa setiap manusia yang hidup mulai dari tahap dilahirkan, tahap remaja, dan mulai memasuki ranah dewasa, mereka akan bersiap untuk menjadi tua. Kemudian, dengan begitu mereka akan bijaksana terhadap hidup.."
Tetapi dalam pernyataan Cak Mamat barusan, agaknya Pentung tidak begitu setuju dan langsung dapat diterima olehnya.
"Lhoo, Cak, memang hanya ketika memasuki tahap menjadi tua saja manusia dengan gampang akan menjadi bijak??" tanya Pentung dengan segera.
"Ya, memang adanya demikian, Tung. Bukankah memang alurnya bergerak seperti itu, bukan?" Kali ini Cak Mamat menanggapinya dengan air mukanya yang agak nyeleneh.
"Tapi, Cak, menurut saya orang-orang muda tidak perlu menunggu tua untuk sekadar menjadi bijak dan mengerti tentang masalah-masalah kehidupan. Karena, jika kita masih saja berkutat pada pernyataan 'hidup senang di masa muda, dan bijak di masa tua' itu menurut saya mitos yang harus segera dihancurkan.." pentung berhenti sejenak untuk menyeruput kopinya.
"Alaaah, kamu ini, Tung..Tung. Tapi, kamu lihat sendiri kan bagaimana yang terjadi kenyataannya??, masih banyak pemuda yang terlihat bolos sekolah, banyak mahasiswa yang masih senang dan gemar melakukan banyak pesta di sana dan di sini, banyak dari mereka yang mabuk-mabukkan, lebih senang menghabiskan uang orang-tuanya dengan berfoya-foya dan selalu mementingkan penampilan mereka untuk bisa dipandang dan diakui dalam lingkup pergaulannya!!..." balas Cak Mamat dengan suara agak keras.
Kemudian suasana di warung Cak Mamat seketika agak menjadi sunyi-senyap, dan beberapa para driver ojek yang sedang minum kopi dan makan beberapa kudapan menjadi teralih perhatiannya pada dua orang tersebut: Cak Mamat dan Pentung.
Tetapi, dalam keadaan yang seperti itu, Pentung tak segan untuk menanggapi pernyataan Cak Mamat.
"Bahkan, menurut saya pula, jika kita masih melihat persoalan antara 'tua dan muda' masih berdasarkan hanya pada raut, perubahan fisik, dan semakin tingginya jumlah usia, kita agaknya masih lalai untuk bisa berbuat bijak. Soal tua-muda seharusnya bisa kita tangkap sebagai suatu fenomena dan kejadian, ketika kita sebagai manusia telah banyak belajar dari banyak ketidakmengertian agar terhindar dari banyaknya kesalahpahaman yang ada. Sehingga sebetulnya, tinggal pada persoalan untuk memilih bertindak nantinya."
Seketika Pentung berkilah demikian dengan spontan, dan semakin membuat suasana di warung Cak Mamat agaknya mirip seperti suasana di kuburan, sambil langsung mereguk habis pesanannya.
Tetapi, Cak Mamat pun tidak merasa terganggu dengan pernyataan dan sikap yang keluar dari Pentung barusan, malah Cak Mamat merasa senang dan gembira ketika membicarakan hal-hal seperti itu dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, meskipun Cak Mamat juga sadar bahwa Pentung belum sempat membayar Es Kopinya.
Tangerang, 26 Juli 2019.
Cak Mamat yang sudah tak lagi asing dengan penampakkan demikian, merasa senang perasaannya. Karena, selain pendapatan yang masuk cukup lumayan untuk memenuhi "ongkos-dapur" di rumah, tempat berjualannya juga menawarkan suatu gambaran masyarakat yang senang guyub dan berkumpul seperti suatu keluarga. Sehingga, jika satu dari sekian beberapa tukang ojek yang barang satu-dua hari tidak terlihat di warungnya, Cak Mamat langsung bertanya-tanya dalam arti tidak mengutamakan untuk memenuhi laba untungnya, tetapi lebih kepada kabar yang ingin ditemuinya.
Ketika Cak Mamat baru saja selesai menyajikan kopi hitam andalannya kepada pengunjungnya yang kesekian, datang Pentung mengisi ruang kosong sambil mengucapkan salam padanya.
"Assalamualaikum..Cak Maattt!!.."
"Waalaikumsalam, Pentung.. eh, tumben itu kamu ngga bareng sama Jambrong???..." spontan Cak Mamat sambil mengusap dahinya dengan handuk yang tergantung di lehernya.
"Iya, Cak, si Jambrong lagi asik aja itu di kostan, lagi ngga pengen ikut katanya.." sambil membetulkan letak duduknya di bangku panjang.
"Tumben itu dia ya ngga mau ikut...kenapa emang, Tung? Lagi sibuk apa emang dia?" penasaran Cak Mamat.
"Hmm, sebenernya mah dia ngga sibuk-sibuk banget, Cak...cuma lagi ngga mau keluar aja"
"Okedeh, Tung, mau pesan apa? Kopi? Es Coklat?.." Cak Mamat menawarkan.
"Seperti biasa, Cak..Es Kopi" jawab Pentung sambil tersenyum.
Kemudian, ketika Cak Mamat telah selesai meracik dan menghantarkan pesanannya pada Pentung. Dia melihat agaknya ada yang mencolok dari gerak-gerik Pentung ketika sedang asyik dengan gawainya.
"Nih, Tung..Es Kopinya yaa.." meletakan pesanan Pentung, dan berkata "Tung, itu ngapain sih sampai begitu banget main hp??" imbuh Cak Mamat.
"Eeeh, Cak..ini lagi ada aplikasi yang lagi hits di kalangan anak muda jaman sekarang, Cak. Dari aplikasi ini, kita bisa melihat dan tahu bagaimana nantinya raut muka kita ketika memasuki usia senja, Cak" sambil memerlihatkannya pada Cak Mamat.
Ketika Cak Mamat dihadapkan oleh aplikasi yang sedang hits itu, Cak Mamat kaget sekaligus dibuat heran. Dia baru menyadari bahwa ternyata ada aplikasi yang dirancang khusus untuk memerlihatkan dan menggambarkan bagaimana raut muka kita nantinya, jika telah memasuki tahap sebagai orang tua.
"Hahahah, kenapa toh, Cak? Memang asyik nian, Cak. Nah, coba lihat ini lagi, Cak.." giliran Pentung memerlihatkan.
"Subhannallaaaahhh.." Cak Mamat kembali mengucap sambil mengelus-elus dadanya yang penuh dengan keringat.
"Bagaimana, Cak? Keren bukan aplikasinya? Hahahaha.."
"Bisa-bisanya ya dan ada-ada saja ya mainan anak-anak muda jaman sekarang." tanggap Cak Mamat.
"Tetapi, Cak, mungkin sekilas fitur dari aplikasi ini hanya bersifat untuk senang-senang saja, tidak ada yang persis betul menurut saya nantinya jika memang raut muka kita yang akan menjadi tua akan terlihat mirip, atau hampir mendekati seperti apa yang fitur ini sediakan" begitu Pentung membalas.
"Iya, kalau hanya sekadar untuk hiburan tidak jadi soal, Tung. Sebenarnya juga, menurut saya aplikasi tersebut juga bisa kita tangkap maksudnya, bahwa setiap manusia yang hidup mulai dari tahap dilahirkan, tahap remaja, dan mulai memasuki ranah dewasa, mereka akan bersiap untuk menjadi tua. Kemudian, dengan begitu mereka akan bijaksana terhadap hidup.."
Tetapi dalam pernyataan Cak Mamat barusan, agaknya Pentung tidak begitu setuju dan langsung dapat diterima olehnya.
"Lhoo, Cak, memang hanya ketika memasuki tahap menjadi tua saja manusia dengan gampang akan menjadi bijak??" tanya Pentung dengan segera.
"Ya, memang adanya demikian, Tung. Bukankah memang alurnya bergerak seperti itu, bukan?" Kali ini Cak Mamat menanggapinya dengan air mukanya yang agak nyeleneh.
"Tapi, Cak, menurut saya orang-orang muda tidak perlu menunggu tua untuk sekadar menjadi bijak dan mengerti tentang masalah-masalah kehidupan. Karena, jika kita masih saja berkutat pada pernyataan 'hidup senang di masa muda, dan bijak di masa tua' itu menurut saya mitos yang harus segera dihancurkan.." pentung berhenti sejenak untuk menyeruput kopinya.
"Alaaah, kamu ini, Tung..Tung. Tapi, kamu lihat sendiri kan bagaimana yang terjadi kenyataannya??, masih banyak pemuda yang terlihat bolos sekolah, banyak mahasiswa yang masih senang dan gemar melakukan banyak pesta di sana dan di sini, banyak dari mereka yang mabuk-mabukkan, lebih senang menghabiskan uang orang-tuanya dengan berfoya-foya dan selalu mementingkan penampilan mereka untuk bisa dipandang dan diakui dalam lingkup pergaulannya!!..." balas Cak Mamat dengan suara agak keras.
Kemudian suasana di warung Cak Mamat seketika agak menjadi sunyi-senyap, dan beberapa para driver ojek yang sedang minum kopi dan makan beberapa kudapan menjadi teralih perhatiannya pada dua orang tersebut: Cak Mamat dan Pentung.
Tetapi, dalam keadaan yang seperti itu, Pentung tak segan untuk menanggapi pernyataan Cak Mamat.
"Bahkan, menurut saya pula, jika kita masih melihat persoalan antara 'tua dan muda' masih berdasarkan hanya pada raut, perubahan fisik, dan semakin tingginya jumlah usia, kita agaknya masih lalai untuk bisa berbuat bijak. Soal tua-muda seharusnya bisa kita tangkap sebagai suatu fenomena dan kejadian, ketika kita sebagai manusia telah banyak belajar dari banyak ketidakmengertian agar terhindar dari banyaknya kesalahpahaman yang ada. Sehingga sebetulnya, tinggal pada persoalan untuk memilih bertindak nantinya."
Seketika Pentung berkilah demikian dengan spontan, dan semakin membuat suasana di warung Cak Mamat agaknya mirip seperti suasana di kuburan, sambil langsung mereguk habis pesanannya.
Tetapi, Cak Mamat pun tidak merasa terganggu dengan pernyataan dan sikap yang keluar dari Pentung barusan, malah Cak Mamat merasa senang dan gembira ketika membicarakan hal-hal seperti itu dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, meskipun Cak Mamat juga sadar bahwa Pentung belum sempat membayar Es Kopinya.
Tangerang, 26 Juli 2019.
Karya Ichsan Nurseha