Menulis puisi di akhir Oktober seperti menunggu malam yang bening. Ada keheningan. Meski pintu-pintu telah terkunci, tapi suaramu masih menyeru. Terlanjur tertinggal dalam udara yang gagu.
Akhir Oktober menyapa wajah kita. Mengikat rambut, melonggarkan kancing baju. Buanglah semua isi saku. Telanjanglah, sebab hanya dengan begitu, kau akan mengenali dirimu.
Oktober adalah batas dimana realita dan harapan terdamaikan. Garis antara kenangan dan cara kita melihat masa depan. Dan seperti Oktober, senja memaklumkan kita yang ternyata telah melewatkan banyak sekali waktu dengan segala gegap gempitanya.
Mungkin itulah sebabnya Oktober berwajah 10; angka yang selalu membuat kita merasa dewasa. Ia menghantarkan kita pada perenungan akhir tahun. Untuk kemudian merasa lonely! Menulis puisi di akhir Oktober, layaknya seorang ibu yang mendapati anaknya tertidur di kursi tamu. Wajahnya bersinar, seperti tengah bermimpi dibelikan boneka Barbie.
Oktober adalah optimisme. Ia hadir dengan irama yang tak tergesa-gesa. Menyirami harapan-harapan yang sempat hilang di bulan-bulan lalu. Dengan Oktober pula, tunas-tunas itu dikuatkan, dijaga, dirawat dan dipelihara. Karena Oktober adalah tangan-tangan semesta yang membelai siapa saja yang gersang hatinya. Ia seperti kekasih yang datang ketika kita hampir putus asa. Seperti ibu yang tersenyum, manakala anaknya mengaku salah.
Oktober adalah saat dimana kita menundukkan kepala dan mengepal tangan. Lantas berdiri tegak, dengan wajah yang bercahaya. Tak takut matahari serta bayangan sendiri. Sebab Oktober jugalah yang membuat siulan kita kian kencang. Menyadari masalah demi masalah yang ada, sebagai cara kita untuk mematangkan diri. Keyakinan semakin dalam kita tancapkan, hingga tak apa dan siapapun mampu menggoyahkannya.
Itu sebabnya selalu tak mungkin menghindari puisi di akhir Oktober. Bagaimana bisa nelayan menjauhi laut di senja hari. Bukankah keduanya adalah sepasang kekasih yang tak pernah lupa untuk saling membasuh luka di sekujur tubuh mereka? Maka Oktober membuat mereka semakin paham bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu yang dicari.
Adakah Oktober juga menghampirimu? Adakah kau rasakan ketenangan yang ditawarkannya? Bila kau bimbang, ambillah sebuah pena dan tulislah puisi bagi dirimu sendiri. Lantas kembalilah pada kenyataan, bahwa hidup terlalu indah untuk disesali.
Sumber: Medan Bisnis Daily 2014.
Akhir Oktober menyapa wajah kita. Mengikat rambut, melonggarkan kancing baju. Buanglah semua isi saku. Telanjanglah, sebab hanya dengan begitu, kau akan mengenali dirimu.
Oktober adalah batas dimana realita dan harapan terdamaikan. Garis antara kenangan dan cara kita melihat masa depan. Dan seperti Oktober, senja memaklumkan kita yang ternyata telah melewatkan banyak sekali waktu dengan segala gegap gempitanya.
Mungkin itulah sebabnya Oktober berwajah 10; angka yang selalu membuat kita merasa dewasa. Ia menghantarkan kita pada perenungan akhir tahun. Untuk kemudian merasa lonely! Menulis puisi di akhir Oktober, layaknya seorang ibu yang mendapati anaknya tertidur di kursi tamu. Wajahnya bersinar, seperti tengah bermimpi dibelikan boneka Barbie.
Oktober adalah optimisme. Ia hadir dengan irama yang tak tergesa-gesa. Menyirami harapan-harapan yang sempat hilang di bulan-bulan lalu. Dengan Oktober pula, tunas-tunas itu dikuatkan, dijaga, dirawat dan dipelihara. Karena Oktober adalah tangan-tangan semesta yang membelai siapa saja yang gersang hatinya. Ia seperti kekasih yang datang ketika kita hampir putus asa. Seperti ibu yang tersenyum, manakala anaknya mengaku salah.
Oktober adalah saat dimana kita menundukkan kepala dan mengepal tangan. Lantas berdiri tegak, dengan wajah yang bercahaya. Tak takut matahari serta bayangan sendiri. Sebab Oktober jugalah yang membuat siulan kita kian kencang. Menyadari masalah demi masalah yang ada, sebagai cara kita untuk mematangkan diri. Keyakinan semakin dalam kita tancapkan, hingga tak apa dan siapapun mampu menggoyahkannya.
Itu sebabnya selalu tak mungkin menghindari puisi di akhir Oktober. Bagaimana bisa nelayan menjauhi laut di senja hari. Bukankah keduanya adalah sepasang kekasih yang tak pernah lupa untuk saling membasuh luka di sekujur tubuh mereka? Maka Oktober membuat mereka semakin paham bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu yang dicari.
Adakah Oktober juga menghampirimu? Adakah kau rasakan ketenangan yang ditawarkannya? Bila kau bimbang, ambillah sebuah pena dan tulislah puisi bagi dirimu sendiri. Lantas kembalilah pada kenyataan, bahwa hidup terlalu indah untuk disesali.
- Belia
Sumber: Medan Bisnis Daily 2014.