Kini malam terlalu muram bila harus kuceritakan padamu
Kantuk yang pernah kau tahan untuk mendengar suaraku nyenyak dibunuh waktu
Remuk dalam serabut halus di setiap katuk yang menandai kesempatan telah tertutup
Berdetak dalam detik berontak dalam cekik
Diorama tanpa irama
Kau menepatkan kesabaran begitu tipis di penantian
Mencederai luka yang sedang kujahit sebagai upaya siuman dari rasa sakit
Harapan meruncingkan jarumnya
Bekerja menyulam takdir bersama kesalahan yang ingin kuperbaiki
Agar jantungku lancar memompa darah melewati aorta
Memapah kehendak yang mengatasnamakan cinta
Kusut dan berantakan
Satu persatu getir tumbuh di serambi menyekat sirkulasi
Mengepung bagai tralis di sekujur pulmonalis
Menahan karbondioksida lebih lama di dada
Liang batin pun terkoyak tanpa perlawanan
Kabar yang kau sampaikan hanya kulihat sebagai beling yang siap menusuk lebih dalam
Menganga dan berdarah
Deras kenangan luluh terbilas sebuah pinangan
Kau terima keinginan baik dari seseorang yang kau sangka baik
Baik bila itu benar baik tak usah bertanya apa aku masih dalam keadaan baik
Anggap saja kemarin hanya buih yang menempel sejenak di benakmu
Diusap pelan menghilang terhapus tanpa berselang
Menjadi pernah pada akhirnya tetap punah
Selamat untuk hatimu yang akan hidup di satu rumah
Biarkan aku kembali berkencan dengan khayalan
Bercerita tentang rencana setelah sah
Petak bangunan... Pagar di halaman... Posisi jendela...
Letak pot bunga... Motif sofa... Tebal selimut... Nama anak pertama...
Dan hal-hal yang hampir terjadi lainnya
Di nadiku kini mengalir cemburu
Menghidupi denyut kecewa
Mengalun dalam vena yang enggan mengalirkan darah
Menghentikan laju udara dalam sekat paru-paru yang terpecah
Saat gaun pengantin sudah kau unggah
Dan undangan pun tersebar untuk pesta meriah
Maka perayaan lengkaplah sudah
Cicinmu tersemat
Jantungku terlumat
Kantuk yang pernah kau tahan untuk mendengar suaraku nyenyak dibunuh waktu
Remuk dalam serabut halus di setiap katuk yang menandai kesempatan telah tertutup
Berdetak dalam detik berontak dalam cekik
Diorama tanpa irama
Kau menepatkan kesabaran begitu tipis di penantian
Mencederai luka yang sedang kujahit sebagai upaya siuman dari rasa sakit
Harapan meruncingkan jarumnya
Bekerja menyulam takdir bersama kesalahan yang ingin kuperbaiki
Agar jantungku lancar memompa darah melewati aorta
Memapah kehendak yang mengatasnamakan cinta
Kusut dan berantakan
Satu persatu getir tumbuh di serambi menyekat sirkulasi
Mengepung bagai tralis di sekujur pulmonalis
Menahan karbondioksida lebih lama di dada
Liang batin pun terkoyak tanpa perlawanan
Kabar yang kau sampaikan hanya kulihat sebagai beling yang siap menusuk lebih dalam
Menganga dan berdarah
Deras kenangan luluh terbilas sebuah pinangan
Kau terima keinginan baik dari seseorang yang kau sangka baik
Baik bila itu benar baik tak usah bertanya apa aku masih dalam keadaan baik
Anggap saja kemarin hanya buih yang menempel sejenak di benakmu
Diusap pelan menghilang terhapus tanpa berselang
Menjadi pernah pada akhirnya tetap punah
Selamat untuk hatimu yang akan hidup di satu rumah
Biarkan aku kembali berkencan dengan khayalan
Bercerita tentang rencana setelah sah
Petak bangunan... Pagar di halaman... Posisi jendela...
Letak pot bunga... Motif sofa... Tebal selimut... Nama anak pertama...
Dan hal-hal yang hampir terjadi lainnya
Di nadiku kini mengalir cemburu
Menghidupi denyut kecewa
Mengalun dalam vena yang enggan mengalirkan darah
Menghentikan laju udara dalam sekat paru-paru yang terpecah
Saat gaun pengantin sudah kau unggah
Dan undangan pun tersebar untuk pesta meriah
Maka perayaan lengkaplah sudah
Cicinmu tersemat
Jantungku terlumat
FYI: Aritmia dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti, yaitu irama detak jantung yang tidak teratur (terlalu cepat atau terlalu lambat) karena ada gangguan rangsang berupa aliran listrik, menimbulkan gejala berupa nyeri dada dan rasa berdebar-debar.