terlampau penuh kepercayaan dalam kebodohan, buih yang membatu
tempat keinginan dan harapan bersila, melihat deras sungai
dan bayang-bayang menggelembung di arus tanpa ujung
“seperti itukah satu pikiran, yang menjinakkan berjuta jiwa
pada akhirnya, kita terpaut pada gurun tanpa penggembala?”
tapi zaman; orang-orang berkembang dalam kepintaran, mengukir bayangan
tatkala khayalan dan ketidakmungkinan, jadi ada, tumbuh sejajar dengan langit
satu pikiran akan jadi rumit
berjuta jiwa dan harapan yang mereka hela, menghadang tajam
dalam pertanyaan dan penilaian bermacam ragam
“kami menginginkan kejujuran, adil dalam kebijaksanaan!”
inilah kotaku, kota kita; segala isinya punya pikiran dan jiwa
berjuta jiwa menyatukan satu pikiran, ke mana kapal akan dilayarkan
haripun mendekati gerbang itu, dari ruang-ruang negeri
suara-suara mendaki, bersambung-sambung ke batas tanpa ujung
“hai, suara-suara itu, adakah kau kenal
melata di puing-puing harapan yang mereka jengkal?”
di gerbang itu, mata-mata menatap jauh
kota ini belum utuh.
(Balai Baru, 11)
tempat keinginan dan harapan bersila, melihat deras sungai
dan bayang-bayang menggelembung di arus tanpa ujung
“seperti itukah satu pikiran, yang menjinakkan berjuta jiwa
pada akhirnya, kita terpaut pada gurun tanpa penggembala?”
tapi zaman; orang-orang berkembang dalam kepintaran, mengukir bayangan
tatkala khayalan dan ketidakmungkinan, jadi ada, tumbuh sejajar dengan langit
satu pikiran akan jadi rumit
berjuta jiwa dan harapan yang mereka hela, menghadang tajam
dalam pertanyaan dan penilaian bermacam ragam
“kami menginginkan kejujuran, adil dalam kebijaksanaan!”
inilah kotaku, kota kita; segala isinya punya pikiran dan jiwa
berjuta jiwa menyatukan satu pikiran, ke mana kapal akan dilayarkan
haripun mendekati gerbang itu, dari ruang-ruang negeri
suara-suara mendaki, bersambung-sambung ke batas tanpa ujung
“hai, suara-suara itu, adakah kau kenal
melata di puing-puing harapan yang mereka jengkal?”
di gerbang itu, mata-mata menatap jauh
kota ini belum utuh.
(Balai Baru, 11)