takdir basah di bulan Mei, tangisan awan lebam menyapa
mendung tebal di langit, suara petir dan guruh bersahutan
hujan lebat menyiram bumi, memercik kaca jendela kusam
engkau menatapnya, begitu mendalam, mata berkaca-kaca
hujan lebat berjatuhan, angin bulan Mei bising bertandang
lekat dan dalam tatapanmu pada butir-butir tangisan awan
gemeretak suara hujan seakan-akan menyihirmu, mematung
kau, rindu bumi lepas dari tindas kemarau yang membakar
hujan membuka pintu kenangan yang lama terkunci rapat
percikannya di kaca seakan bercerita kepada kusen jendela
tentang ketabahan hati laut, tentang sunyimu di dalamnya
menatapmu, aku bagaikan camar yang menduga-duga laut
mereka-reka letak pantainya, meraba-raba kedalamannya
menduga gejolak arus bawah yang bergolak di palungnya!?
(Batam, 2016)
Sumber: Jendela Sastra 2016.
mendung tebal di langit, suara petir dan guruh bersahutan
hujan lebat menyiram bumi, memercik kaca jendela kusam
engkau menatapnya, begitu mendalam, mata berkaca-kaca
hujan lebat berjatuhan, angin bulan Mei bising bertandang
lekat dan dalam tatapanmu pada butir-butir tangisan awan
gemeretak suara hujan seakan-akan menyihirmu, mematung
kau, rindu bumi lepas dari tindas kemarau yang membakar
hujan membuka pintu kenangan yang lama terkunci rapat
percikannya di kaca seakan bercerita kepada kusen jendela
tentang ketabahan hati laut, tentang sunyimu di dalamnya
menatapmu, aku bagaikan camar yang menduga-duga laut
mereka-reka letak pantainya, meraba-raba kedalamannya
menduga gejolak arus bawah yang bergolak di palungnya!?
(Batam, 2016)
Sumber: Jendela Sastra 2016.