Dahulu, kita pernah sama-sama menguatkan.
Pernah sama-sama takut kehilangan.
Kamu adalah seseorang yang kucintai dengan sangat.
Sementara bagimu aku adalah pemilik pelukan paling hangat.
Seseorang yang kamu inginkan berlama-lama denganmu.
Menikmati hujan, dan membunuh waktu.
Kita tidak perlu kemana-mana jika sedang berdua.
Bersamamu, segalanya terasa seolah sempurna.
Aku ingin waktu berjalan lebih lambat, agar bisa menatapmu lamat-lamat.
Menikmati segala hal yang kamu sembunyikan di balik bibirmu.
Mengecup segala keresahanmu akan hal-hal yang menakutimu.
Kamu adalah bagian terindah dari hujan, yang membuat aku betah berlama-lama tanpa perlu mengatur tujuan.
Kita sering berdoa agar hujan turun lebih lama.
Agar kita terkurung dan memiliki alasan untuk tidak perlu kemana-mana
sebab katamu, bersamaku apapun akan terasa lebih hangat.
Bahkan betapa dinginnya hujan yang turun, kamu selalu percaya hujan tak lebih dingin daripada kesendirian yang sering datang.
Dan kamu tak pernah mampu bertahan sendirian.
Hujan kala sendiri adalah hidup sepi tanpa ampun.
Yang kita butuhkan hanya waktu untuk bisa bersama.
Saat hujan semakin lebat.
Saat hujan semakin lebat, kita saling merapalkan mantra-mantra.
Seolah apa yang kita bicarakan adalah doa-doa terhebat.
Kita mengatur rencana-rencana untuk waktu yang lama.
Mengukur setiap hal dengan sesuatu yang kita sebut cinta.
Lebih lama hujan turun, lebih lama denganmu.
Aku merasa hidup lebih berarti, dan merasa hidup ini perlu.
Itulah hal-hal yang membuatku bertahan, hujan dan kamu adalah kenangan yang tak pernah lapuk dari ingatan.
Namun, kini seolah sedih. Dan hujan adalah teman sejalan.
Aku tidak lagi bisa memelukmu saat hujan turun.
Meski setiap hujan turun, aku selalu bisa menemukanmu dalam ingatan.
Seseorang yang dulu bersikeras mengajakku bertahan. katamu, apapun yang terjadi tetaplah denganku.
Begitu manis dan selalu menguatkan.
Hal yang akhirnya sulit membuatku merelakanmu, bahkan dalam ingatan.
Kamu menjadi kisah sedih yang kini meninggalkan pedih.
Setiap kali hujan turun, aku kembali mengenangmu.
Ingin lari, ingin menyudahi, tetapi hati dan segala hal yang pernah terjadi tak mau lagi perduli.
Hujan kini tak lagi semenyenangkan saat bersamamu.
Hanya turun dengan rasa rindu, yang berakhir pilu.
Pernah sama-sama takut kehilangan.
Kamu adalah seseorang yang kucintai dengan sangat.
Sementara bagimu aku adalah pemilik pelukan paling hangat.
Seseorang yang kamu inginkan berlama-lama denganmu.
Menikmati hujan, dan membunuh waktu.
Kita tidak perlu kemana-mana jika sedang berdua.
Bersamamu, segalanya terasa seolah sempurna.
Aku ingin waktu berjalan lebih lambat, agar bisa menatapmu lamat-lamat.
Menikmati segala hal yang kamu sembunyikan di balik bibirmu.
Mengecup segala keresahanmu akan hal-hal yang menakutimu.
Kamu adalah bagian terindah dari hujan, yang membuat aku betah berlama-lama tanpa perlu mengatur tujuan.
Kita sering berdoa agar hujan turun lebih lama.
Agar kita terkurung dan memiliki alasan untuk tidak perlu kemana-mana
sebab katamu, bersamaku apapun akan terasa lebih hangat.
Bahkan betapa dinginnya hujan yang turun, kamu selalu percaya hujan tak lebih dingin daripada kesendirian yang sering datang.
Dan kamu tak pernah mampu bertahan sendirian.
Hujan kala sendiri adalah hidup sepi tanpa ampun.
Yang kita butuhkan hanya waktu untuk bisa bersama.
Saat hujan semakin lebat.
Saat hujan semakin lebat, kita saling merapalkan mantra-mantra.
Seolah apa yang kita bicarakan adalah doa-doa terhebat.
Kita mengatur rencana-rencana untuk waktu yang lama.
Mengukur setiap hal dengan sesuatu yang kita sebut cinta.
Lebih lama hujan turun, lebih lama denganmu.
Aku merasa hidup lebih berarti, dan merasa hidup ini perlu.
Itulah hal-hal yang membuatku bertahan, hujan dan kamu adalah kenangan yang tak pernah lapuk dari ingatan.
Namun, kini seolah sedih. Dan hujan adalah teman sejalan.
Aku tidak lagi bisa memelukmu saat hujan turun.
Meski setiap hujan turun, aku selalu bisa menemukanmu dalam ingatan.
Seseorang yang dulu bersikeras mengajakku bertahan. katamu, apapun yang terjadi tetaplah denganku.
Begitu manis dan selalu menguatkan.
Hal yang akhirnya sulit membuatku merelakanmu, bahkan dalam ingatan.
Kamu menjadi kisah sedih yang kini meninggalkan pedih.
Setiap kali hujan turun, aku kembali mengenangmu.
Ingin lari, ingin menyudahi, tetapi hati dan segala hal yang pernah terjadi tak mau lagi perduli.
Hujan kini tak lagi semenyenangkan saat bersamamu.
Hanya turun dengan rasa rindu, yang berakhir pilu.