Dan aku pun memandang ke laut yang bangkit ke arahku
selalu kudengar selamat paginya dengan ombak berbuncah-buncah
dan selamat pagi laut kataku pula, siapa bersamamu menyanyi setiap malam
menyanyikan yang tak ada atau pagi atau senja? atau kata-kata
laut menyanyi lagi, laut mendengar semua yang kubisikkan padanya perlahan-lahan
selamat pagi laut kataku dan laut pun tersenyum, selamat pagi katanya
suaranya kedengaran seperti angin yang berembus di rambutku, igauan waktu di ubun-ubun
dan di atas sana hanya bayang-bayang dari sinar matahari yang kuning keperak-perakan
dan alun yang berbincang-bincang dengan pasir, tiram, lokan dan rumput-rumput di atas karang
dan burung-burung bebas itu di udara bagai pandang asing kami yang lupa
selamat pagi laut kataku dan selamat pagi katanya tertawa-tawa
kemudian bagai sepasang kakek dan nenek yang sudah lama bercinta kami pun terdiam
kami pun diam oleh tulang belulang kami dan suara sedih kami yang saling geser dan terkam menerkam
kalau maut suatu kali mau mengeringkan tubuh kami biarlah kering juga air mata kami
atau bisikan ini yang senantiasa merisaukan engkau: siapakah di antara kami
yang paling luas dan dalam, air kebalaunya atau hati kami tempat kabut dan sinar selam menyelam?
Tapi laut selalu setia tak pernah bertanya, ia selalu tersenyum dan bangkit ke arahku
laut melemparkan aku ke pantai dan aku melemparkan laut ke batu-batu karang
andai di sana ada perempuan telanjang atau kanak-kanak atau saatmu dipulangkan petang
laut tertawa padaku, selamat malam katanya dan aku pun ketawa pada laut, selamat malam kataku
dan atas selamat malam kami langit tergunang-guncang dan jatuh ke cakrawala senja
begitulah tak ada sebenarnya kami tawakan dan percakapkan kecuali sebuah sajak lama:
aku cinta pada laut, laut cinta padaku dan cinta kami seperti kata-kata dan hati yang mengucapkannya
(1973)
selalu kudengar selamat paginya dengan ombak berbuncah-buncah
dan selamat pagi laut kataku pula, siapa bersamamu menyanyi setiap malam
menyanyikan yang tak ada atau pagi atau senja? atau kata-kata
laut menyanyi lagi, laut mendengar semua yang kubisikkan padanya perlahan-lahan
selamat pagi laut kataku dan laut pun tersenyum, selamat pagi katanya
suaranya kedengaran seperti angin yang berembus di rambutku, igauan waktu di ubun-ubun
dan di atas sana hanya bayang-bayang dari sinar matahari yang kuning keperak-perakan
dan alun yang berbincang-bincang dengan pasir, tiram, lokan dan rumput-rumput di atas karang
dan burung-burung bebas itu di udara bagai pandang asing kami yang lupa
selamat pagi laut kataku dan selamat pagi katanya tertawa-tawa
kemudian bagai sepasang kakek dan nenek yang sudah lama bercinta kami pun terdiam
kami pun diam oleh tulang belulang kami dan suara sedih kami yang saling geser dan terkam menerkam
kalau maut suatu kali mau mengeringkan tubuh kami biarlah kering juga air mata kami
atau bisikan ini yang senantiasa merisaukan engkau: siapakah di antara kami
yang paling luas dan dalam, air kebalaunya atau hati kami tempat kabut dan sinar selam menyelam?
Tapi laut selalu setia tak pernah bertanya, ia selalu tersenyum dan bangkit ke arahku
laut melemparkan aku ke pantai dan aku melemparkan laut ke batu-batu karang
andai di sana ada perempuan telanjang atau kanak-kanak atau saatmu dipulangkan petang
laut tertawa padaku, selamat malam katanya dan aku pun ketawa pada laut, selamat malam kataku
dan atas selamat malam kami langit tergunang-guncang dan jatuh ke cakrawala senja
begitulah tak ada sebenarnya kami tawakan dan percakapkan kecuali sebuah sajak lama:
aku cinta pada laut, laut cinta padaku dan cinta kami seperti kata-kata dan hati yang mengucapkannya
(1973)