Aku selalu menganggap
rela menunggu seseorang itu tidak berarti bodoh,
itu hanya berarti teguh pendirian.
Karena sekuat apapun kita menyangkal
sesuatu yang dikatakan oleh hati,
sekuat itu pula hati kita
akan berusaha mendesak.
Mungkin karena itulah aku tidak bisa
meninggalkanmu sendirian,
meski dengan biadapnya
kau betingkah seolah aku adalah buku harian.
Yang cuma kau isi dengan keluh kesahmu
tanpa perlu kau tanyakan bagaimana perasaanku.
Kemudian kau mencari penghilang rasa sakit
untuk meredakan hari-harimu yang suram.
Akupun dengan sukarela menjadi pemeran pengganti
untuk meredakan malam-malammu yang muram.
Aku yang mendengarkanmu hingga jam satu pagi
adalah aku yang kau nafikan lagi dan lagi.
Kau yang masih tenggelam dalam kenangan
adalah apa yang kuselamatkan.
Celakanya aku malah ikut terbenam
dalam skenario yang kau ciptakan,
dan kita terbiasa untuk pura-pura tertawa
padahal kau dan aku tahu
aku mendambakanmu yang mendambakannya.
Sampai kapan kita harus begini?
Sampai nyaliku terkumpul untuk kau hempaskan?
Atau sampai kau terbang lagi
menuju pelukan yang lainnya.
Ternyata,
menjadi juara kedua itu sama saja dengan berpacaran
dengan seseorang yang tidak pernah ada secara nyata.
Kalau kau benar-benar menyayangiku,
kau takkan menjadikanku juara kedua dari sejak awal.
Menyebalkan.
Aku ingin kau rindu,
aku ingin kau kejar,
aku ingin kau buatkan puisi.
Lalu aku akan bertingkah tak peduli,
agar kau tahu rasanya jadi aku.
Sumber: Buku Garis Waktu karya Fiersa Besari.
rela menunggu seseorang itu tidak berarti bodoh,
itu hanya berarti teguh pendirian.
Karena sekuat apapun kita menyangkal
sesuatu yang dikatakan oleh hati,
sekuat itu pula hati kita
akan berusaha mendesak.
Mungkin karena itulah aku tidak bisa
meninggalkanmu sendirian,
meski dengan biadapnya
kau betingkah seolah aku adalah buku harian.
Yang cuma kau isi dengan keluh kesahmu
tanpa perlu kau tanyakan bagaimana perasaanku.
Kemudian kau mencari penghilang rasa sakit
untuk meredakan hari-harimu yang suram.
Akupun dengan sukarela menjadi pemeran pengganti
untuk meredakan malam-malammu yang muram.
Aku yang mendengarkanmu hingga jam satu pagi
adalah aku yang kau nafikan lagi dan lagi.
Kau yang masih tenggelam dalam kenangan
adalah apa yang kuselamatkan.
Celakanya aku malah ikut terbenam
dalam skenario yang kau ciptakan,
dan kita terbiasa untuk pura-pura tertawa
padahal kau dan aku tahu
aku mendambakanmu yang mendambakannya.
Sampai kapan kita harus begini?
Sampai nyaliku terkumpul untuk kau hempaskan?
Atau sampai kau terbang lagi
menuju pelukan yang lainnya.
Ternyata,
menjadi juara kedua itu sama saja dengan berpacaran
dengan seseorang yang tidak pernah ada secara nyata.
Kalau kau benar-benar menyayangiku,
kau takkan menjadikanku juara kedua dari sejak awal.
Menyebalkan.
Aku ingin kau rindu,
aku ingin kau kejar,
aku ingin kau buatkan puisi.
Lalu aku akan bertingkah tak peduli,
agar kau tahu rasanya jadi aku.
Sumber: Buku Garis Waktu karya Fiersa Besari.