kota ini
sedang dilanda gerimis
tatkala jalan hidupku ditakdirkan untuk berubah selamanya
adalah matamu yang pertama kali berbicara
menembus pertahananku secara membabi buta
kau diamkan tanganmu di dalam jabatanku selama beberapa detik
aku idamkan tanganku di dalam genggamanmu untuk selamanya
segala keteraturan yang kubangun selama ini
runtuh dalam sekejap
padahal, perjumpaan kita begitu sederhana
tidak sedramatis kisah-kisah yang didongengkan para pujangga
meski begitu, bagiku kau istimewa
melebihi apa yang mampu digambarkan susastra
bahkan
aku yakin
kau bukan manusia biasa
mungkin kau adalah malaikat yang sedang menyamar
diturunkan bersama lusinan bom atom yang meledakkan dimensiku
dan aku hanya bisa pasrah, membiarkan perkenalan kita dimulai
hey
jangan dulu pergi
aku tidak ingin pulang ke rumah lalu berlama-lama menatapmu membeku di layar ponsel
kau terlalu indah untuk kubiarkan berkeliaran di lini masa
sudah, duduk saja di sebelahku
hingga di penghujung jaman bila perlu
aku takkan keberatan
jangan tanya kenapa
logika telah mati
ajukan saja pertanyaan muluk itu pada jantungku yang berdebar saat tenggelam dalam senyumanmu
meski ku tahu
senyumanmu untuk saat ini hanya basa-basi normatif
tumbuh harapan dalam hatiku
berharap kelak dapat kutemui senyumanmu yang sesungguhnya
dan jika tidak berlebihan
akulah orang yang membuatmu tersenyum
kaupun pamit mundur
menyisakan wangi yang pekat mewarnai udara
tanpa mau bertanggung jawab
kau tinggalkan aku termabuk sendirian
jika kasmaran adalah narkotika
maka kau adalah bandarnya
dan aku bagaikan pecandu yang rela menggadaikan jiwa demi menatap matamu sekali lagi
Sumber: Buku Garis Waktu karya Fiersa Besari.
sedang dilanda gerimis
tatkala jalan hidupku ditakdirkan untuk berubah selamanya
adalah matamu yang pertama kali berbicara
menembus pertahananku secara membabi buta
kau diamkan tanganmu di dalam jabatanku selama beberapa detik
aku idamkan tanganku di dalam genggamanmu untuk selamanya
segala keteraturan yang kubangun selama ini
runtuh dalam sekejap
padahal, perjumpaan kita begitu sederhana
tidak sedramatis kisah-kisah yang didongengkan para pujangga
meski begitu, bagiku kau istimewa
melebihi apa yang mampu digambarkan susastra
bahkan
aku yakin
kau bukan manusia biasa
mungkin kau adalah malaikat yang sedang menyamar
diturunkan bersama lusinan bom atom yang meledakkan dimensiku
dan aku hanya bisa pasrah, membiarkan perkenalan kita dimulai
hey
jangan dulu pergi
aku tidak ingin pulang ke rumah lalu berlama-lama menatapmu membeku di layar ponsel
kau terlalu indah untuk kubiarkan berkeliaran di lini masa
sudah, duduk saja di sebelahku
hingga di penghujung jaman bila perlu
aku takkan keberatan
jangan tanya kenapa
logika telah mati
ajukan saja pertanyaan muluk itu pada jantungku yang berdebar saat tenggelam dalam senyumanmu
meski ku tahu
senyumanmu untuk saat ini hanya basa-basi normatif
tumbuh harapan dalam hatiku
berharap kelak dapat kutemui senyumanmu yang sesungguhnya
dan jika tidak berlebihan
akulah orang yang membuatmu tersenyum
kaupun pamit mundur
menyisakan wangi yang pekat mewarnai udara
tanpa mau bertanggung jawab
kau tinggalkan aku termabuk sendirian
jika kasmaran adalah narkotika
maka kau adalah bandarnya
dan aku bagaikan pecandu yang rela menggadaikan jiwa demi menatap matamu sekali lagi
Sumber: Buku Garis Waktu karya Fiersa Besari.