(I)
Pagi hari
Oktober baru mulai
Wajah ramah di halaman
Seperti bukan kau
Bukan kita lagi
Udara mati
Dingin mati
Aku sadar, segelas kopi nyatanya tak menyelamatkan apapun
Pagi hari
Mestikah kita ribut di halaman
Tentang wajah, bukan kita, dan kegagalan segelas kopi
Hanya karena Oktober baru mulai?
(II)
12:00
Aku coba menarik kembali tubuhmu
Membersihkan lebam bekas tinju di dahi
Menjauh dari kota
Dari asap dan ketakutan
Cerita
Hikayat kakek kubaca ulang
Sekedar mengajak kau tenggelam sekali lagi
Beberapa kali lagi
Kau bilang, kita selalu tak berdaya di laut pekat kenangan
Konon, tak ada yang mampu mengalahkannya
Siapapun!
Kau bilang, aku seharusnya jadi malam
Selalu berhasil meneguhkan kembali wajahnya
Tak peduli berapa lampu yang menampar
(III)
Apa yang terjadi setelah senja?
Aku tak tahu
Mungkin gadis Magdala yang bertobat
Mungkin kita meributkan jembatan yang runtuh kemarin malam, dekat pasar
Mungkin kita mulai menyiapkan gigi, lidah, dan nyanyian baru
Untuk menipu Tuhan lagi di esok hari
Mungkin tak terjadi apa-apa
Hanya merah gaunmu
Turun merayap sepanjang trotoar
Menutup lampu jalan
Biar gelap
Biar kacau
Biar asam
Seperti sajak basi yang jatuh dari matamu
Apa yang terjadi sesudah senja
Kita hanya bisa menunggu
Selain itu hanya berita duka di radio
Dan huru-hara di jalan
(IV)
Malam kembali
Seperti biasa kita tak belajar apa-apa
Dan
Tuhan entah kenapa
Kita tempatkan di sudut sempit
Yang belum sempat diisi lemari, kasur, dan bualan
Malam berulang
Wajahmu belum ku
Mataku tak kau
Kenangan dan petuah kita masukan kembali ke dalam kotak
Sabtu malam sesudah oktober
Mungkin sebaiknya tak ada lagi gelas kopi esok pagi
Bila wajah kita tak rela melepas pekat
Bila enggan belajar menyentuh sekali lagi
Dan terus melipat dalam gelap
(2016)
Pagi hari
Oktober baru mulai
Wajah ramah di halaman
Seperti bukan kau
Bukan kita lagi
Udara mati
Dingin mati
Aku sadar, segelas kopi nyatanya tak menyelamatkan apapun
Pagi hari
Mestikah kita ribut di halaman
Tentang wajah, bukan kita, dan kegagalan segelas kopi
Hanya karena Oktober baru mulai?
(II)
12:00
Aku coba menarik kembali tubuhmu
Membersihkan lebam bekas tinju di dahi
Menjauh dari kota
Dari asap dan ketakutan
Cerita
Hikayat kakek kubaca ulang
Sekedar mengajak kau tenggelam sekali lagi
Beberapa kali lagi
Kau bilang, kita selalu tak berdaya di laut pekat kenangan
Konon, tak ada yang mampu mengalahkannya
Siapapun!
Kau bilang, aku seharusnya jadi malam
Selalu berhasil meneguhkan kembali wajahnya
Tak peduli berapa lampu yang menampar
(III)
Apa yang terjadi setelah senja?
Aku tak tahu
Mungkin gadis Magdala yang bertobat
Mungkin kita meributkan jembatan yang runtuh kemarin malam, dekat pasar
Mungkin kita mulai menyiapkan gigi, lidah, dan nyanyian baru
Untuk menipu Tuhan lagi di esok hari
Mungkin tak terjadi apa-apa
Hanya merah gaunmu
Turun merayap sepanjang trotoar
Menutup lampu jalan
Biar gelap
Biar kacau
Biar asam
Seperti sajak basi yang jatuh dari matamu
Apa yang terjadi sesudah senja
Kita hanya bisa menunggu
Selain itu hanya berita duka di radio
Dan huru-hara di jalan
(IV)
Malam kembali
Seperti biasa kita tak belajar apa-apa
Dan
Tuhan entah kenapa
Kita tempatkan di sudut sempit
Yang belum sempat diisi lemari, kasur, dan bualan
Malam berulang
Wajahmu belum ku
Mataku tak kau
Kenangan dan petuah kita masukan kembali ke dalam kotak
Sabtu malam sesudah oktober
Mungkin sebaiknya tak ada lagi gelas kopi esok pagi
Bila wajah kita tak rela melepas pekat
Bila enggan belajar menyentuh sekali lagi
Dan terus melipat dalam gelap
(2016)
Sumber: Indonesia Satu 2016.