Puisi Layang-Layang Karya Sapardi Djoko Damono

Layang-layang barulah layang-layang jika ada angin
memainkannya. Semantara terikat pada benang panjang,
ia tak boleh diam–menggeleng ke kiri ke kanan,
menukik
menyambar, atau menghindar dari layang-layang lain.

Sejak membuatnya dari kertas tipis dan potongan
bambu,
anak-anak itu telah menjanjikan pertemuannya dengan
angin.
“Kita akan panggil angin Barat, bukan badai atau petir,
Kita akan minta kambing mengembik, kuda meringkik,

dan sapi melenguh agar angin meniupkan gerak-gerikmu,
mengatur tegang-kendurnya benang itu.” Sejak itu
ia tak habis-habisnya mengagumi angin, terutama ketika
siang
melandai dan aroma sore tercium di atas kota kecil itu.

Dari angkasa disaksikannya kelak-kelok anak sungai,
pohon-pohon jambu, asam jawa, bunga sepatu, lamtara,
gang-gang kecil, orang-orang menimba di sumur tua,
dan satu-dua sepeda melintas di jalan raya.

Ia suka gemas pada angin. Ia telah menghayati sentuhan,
terpaan, dan bantingannya; mungkin itu tanda
bahwa ia telah mencintainya. Ia barulah layang-layang
jika
melayang, meski tak berhak membayangkan wajah angin.


Sumber: Buku Ayat-Ayat Api

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama