Di stasiun, gemuruh sunyi dan perih
tak ada lagi wajah yang harus dikenang
tangan hatiku hanya memeluk tubuhMu
seraya terus berzikir, ya Quddus!
meja di hadapanku sudah kosong
dingin kafe mengalirkan rindu
pada kehangatan yang abadi
di luar jendela, stasiun masih riuh
tugu Monas tegak kaku
sesaat lagi aku berangkat
meninggalkan perih-sunyi Jakarta
yang tidak lagi bergetar-getar
aku berangkat menemui yang terkasih
yang jauh, di lepas laut
segalanya telah menjadi asing
telah membuat senyap hati dan jiwaku
luruh dalam elusanMu.
(Jaspinka, Juli 2018)
tak ada lagi wajah yang harus dikenang
tangan hatiku hanya memeluk tubuhMu
seraya terus berzikir, ya Quddus!
meja di hadapanku sudah kosong
dingin kafe mengalirkan rindu
pada kehangatan yang abadi
di luar jendela, stasiun masih riuh
tugu Monas tegak kaku
sesaat lagi aku berangkat
meninggalkan perih-sunyi Jakarta
yang tidak lagi bergetar-getar
aku berangkat menemui yang terkasih
yang jauh, di lepas laut
segalanya telah menjadi asing
telah membuat senyap hati dan jiwaku
luruh dalam elusanMu.
(Jaspinka, Juli 2018)