Know the limitation
Suffered thou not!
Sekarang bahwa aku merasa tua
Memandang pohon-pohon berdaunan
Kenapa aku mesti bertanya:
Sudahkah tiba saatnya
Belalang menetas dari telurnya
Kupu terbang meninggalkan kepompongnya?
Memandang kupu beterbangan
Belalang berloncatan
Kenapa mesti aku bertanya:
Bukankah akan tiba saatnya
Belalang terbang
Kupu berloncatan?!
Sekarang bahwa aku merasa tua
Nyinyir aku bertanya-tanya
Kenapa anak-anakku mesti menjadi tua
Dan suatu hari juga nyinyir bertanya-tanya:
Kramaleya jadi admiral
Kenapa bukan Blakasuta
-- Kromo belang hidungnya
Waktu kecil ditanduk domba
-- Bloko minggat waktu kecilnya
Ngomong benci sama bapaknya
-- Leyo nggembala di gunung kapur
-- Suto nanem padi di sawah lumpur
Ah. Ah. Ah
Sekarang bahwa aku merasa tua
Tak bisa lagi kubayangkan tingkah si Blakaleya
Pergi ke kota
Sekolah Belanda
Nghamili Bawuk
Tapi nikahi Pinten
Hmm
Sekarang bahwa aku merasa tua
Bukankah tak layak aku bertanya-tanya?!
Tapi nalar bedebah ini
Borok bagi baksil-baksil busuk
Bisakah ia berkawan dengan api
Yang membakar padi dan domba?
-- Tentu saja kita tak bisa hindari mati, katamu
Tapi bukankah ada cara mati yang mulia? katamu pula
Sekarang bahwa aku merasa tua
Gemetar tanganku nyentuh bibirmu
Istri yang tua
Bijak dan setia
Taka ada lagi asmara untuk kita bagi berdua
Hanya tinggal angan-angan
Menetes pada kedua telapak tangan kita.
Ah. Ah. Ah
Sekarang bahwa aku merasa tua
Aku tahu ada limit waktu bagi kita
Ada batas kalori jatah kita
Yang habis kita bakar sia-sia
Waktu kau purik
Dan aku berjina
Sebab bukankah bunga-bunga tulip yang mekar di luar
Tak bermaksud menyuramkan hyacinth yang kupelihara di kamar?
-- Tapi kenapa mesti tanganku gemetar
Ngusap wajahku yang makin tua
Yang sungguh mati bukan urusanku?!
Dan sekarang bahwa aku merasa tua
Kenapa terus juga aku nyinyir bertanya-tanya
Sementara jawabnya dulu telah lama kauberikan
Waktu kau bersimpuh di kakiku
Yang lumpuh oleh beribu perkara
-- Ya. Ya. Kita pernah muda.
Ah. Ah. Ah
Sekarang bahwa aku merasa tua
Tertatih –tatih aku
Bahkan tak bisa menyuapkan nasi ke mulutku
Baru aku tahu
Bahwa aku hanya telah hidup karena kebaikanmu!
Karena tubuhmu, sawah yang siap dicangkul
Dan bukan karena lengan-lenganku yang perkasa
Karena hatimu, buah yang siap dipetik
Dan bukan karena nalarku yang cerdik
Dan aku
Sang admiral
Karmaleya
Bersimpuh di kakimu
Blakasuta
Istriku.
Suffered thou not!
Sekarang bahwa aku merasa tua
Memandang pohon-pohon berdaunan
Kenapa aku mesti bertanya:
Sudahkah tiba saatnya
Belalang menetas dari telurnya
Kupu terbang meninggalkan kepompongnya?
Memandang kupu beterbangan
Belalang berloncatan
Kenapa mesti aku bertanya:
Bukankah akan tiba saatnya
Belalang terbang
Kupu berloncatan?!
Sekarang bahwa aku merasa tua
Nyinyir aku bertanya-tanya
Kenapa anak-anakku mesti menjadi tua
Dan suatu hari juga nyinyir bertanya-tanya:
Kramaleya jadi admiral
Kenapa bukan Blakasuta
-- Kromo belang hidungnya
Waktu kecil ditanduk domba
-- Bloko minggat waktu kecilnya
Ngomong benci sama bapaknya
-- Leyo nggembala di gunung kapur
-- Suto nanem padi di sawah lumpur
Ah. Ah. Ah
Sekarang bahwa aku merasa tua
Tak bisa lagi kubayangkan tingkah si Blakaleya
Pergi ke kota
Sekolah Belanda
Nghamili Bawuk
Tapi nikahi Pinten
Hmm
Sekarang bahwa aku merasa tua
Bukankah tak layak aku bertanya-tanya?!
Tapi nalar bedebah ini
Borok bagi baksil-baksil busuk
Bisakah ia berkawan dengan api
Yang membakar padi dan domba?
-- Tentu saja kita tak bisa hindari mati, katamu
Tapi bukankah ada cara mati yang mulia? katamu pula
Sekarang bahwa aku merasa tua
Gemetar tanganku nyentuh bibirmu
Istri yang tua
Bijak dan setia
Taka ada lagi asmara untuk kita bagi berdua
Hanya tinggal angan-angan
Menetes pada kedua telapak tangan kita.
Ah. Ah. Ah
Sekarang bahwa aku merasa tua
Aku tahu ada limit waktu bagi kita
Ada batas kalori jatah kita
Yang habis kita bakar sia-sia
Waktu kau purik
Dan aku berjina
Sebab bukankah bunga-bunga tulip yang mekar di luar
Tak bermaksud menyuramkan hyacinth yang kupelihara di kamar?
-- Tapi kenapa mesti tanganku gemetar
Ngusap wajahku yang makin tua
Yang sungguh mati bukan urusanku?!
Dan sekarang bahwa aku merasa tua
Kenapa terus juga aku nyinyir bertanya-tanya
Sementara jawabnya dulu telah lama kauberikan
Waktu kau bersimpuh di kakiku
Yang lumpuh oleh beribu perkara
-- Ya. Ya. Kita pernah muda.
Ah. Ah. Ah
Sekarang bahwa aku merasa tua
Tertatih –tatih aku
Bahkan tak bisa menyuapkan nasi ke mulutku
Baru aku tahu
Bahwa aku hanya telah hidup karena kebaikanmu!
Karena tubuhmu, sawah yang siap dicangkul
Dan bukan karena lengan-lenganku yang perkasa
Karena hatimu, buah yang siap dipetik
Dan bukan karena nalarku yang cerdik
Dan aku
Sang admiral
Karmaleya
Bersimpuh di kakimu
Blakasuta
Istriku.