Aku rindu eskalator
yang membawaku sampai di lembah baju-baju.
Kentang goreng, susu kotak, dan jus melon
merekah dalam kantong belanjaan.
Aku rindu ruang merokok,
yang menggendongku beristirahat pada pekat polusi kota,
menenangkan dalam sebungkus hisap lesap.
Aku rindu pada ibu yang berbincang dengan kliennya
bersama donat dan moccacino di sudut ruko-ruko.
Aku rindu bertemu Wiji dan Warhol.
O, apa mereka sarapan satu meja?
Aku rindu pada billboard di bulevar,
menyalak, memeluk tubuh haus ini dalam dekapan kaleng soda.
Di praja aku tertinggal oleh lampu-lampu,
ditawan kartu kredit dan dijajah gosip-gosip.
Kini hanya bahasaku sahaja
yang masih setia mengampu.
Sumber: Skenario Menyusun Antena (Indie Book Corner, Yogyakarta Cetakan, 2015)
yang membawaku sampai di lembah baju-baju.
Kentang goreng, susu kotak, dan jus melon
merekah dalam kantong belanjaan.
Aku rindu ruang merokok,
yang menggendongku beristirahat pada pekat polusi kota,
menenangkan dalam sebungkus hisap lesap.
Aku rindu pada ibu yang berbincang dengan kliennya
bersama donat dan moccacino di sudut ruko-ruko.
Aku rindu bertemu Wiji dan Warhol.
O, apa mereka sarapan satu meja?
Aku rindu pada billboard di bulevar,
menyalak, memeluk tubuh haus ini dalam dekapan kaleng soda.
Di praja aku tertinggal oleh lampu-lampu,
ditawan kartu kredit dan dijajah gosip-gosip.
Kini hanya bahasaku sahaja
yang masih setia mengampu.
Sumber: Skenario Menyusun Antena (Indie Book Corner, Yogyakarta Cetakan, 2015)