kita tinggalkan pesisir
dunia memantulkan matahari ke gelap malam
pada mimpi dan laut; angin saling pagut
kau akan melihat bola matamu menggelantung
berayun-ayun antara langit dan mendung
“tapi kelahiran, waktu membawanya memisah dari kehidupan!”
kabut menelan perjalanan kita; dermaga, kapal dan ratusan perahu
seperti diri yang kau pikul
dalam perjalanan itu kau akan menjumpai stasiun, lelehan batu-batu
dari seribu ngarai menganga
dan negeri yang kita tuju semakin jauh, amat jauh
pada takdir dan maut; jejak-jejakmu tinggal rangka
dalam pintalan angin yang kusut
berabad-abad, sampailah kita pada negeri itu
pohon-pohon tanpa akar, matahari menyala
burung-burung hinggap di punggung lembu
hidup dilayarkan di musim yang beku; dan kita melihat
orang-orang berdiri pada kecuraman kabut yang suram
“o pesisir, laut yang tinggal!”
“o mimpi, terselimut taburan harapan!”
di tirai negeri ini, angin membawa bola matamu
menangkap tanda-tanda dan ikhwal
mengumpulkan seluruh sejarah yang tenggelam
di jurang-jurang kabut dan awan
saat kita kembali; segalanya kau semaikan
ke seluruh jejak-jejak yang ada
sejarah tumbuh jadi rimba
tapi tak seorangpun yang mendekati
selain kesunyian
pesisir dan laut; kita sampai ke abad dan dunia semula
seperti diri yang kau layarkan; ombak tak lagi menepi
kepantai dan ruang-ruang peristiwa
hanya badai! badai! membawa pengembaraan
ke gelap zaman.
(Padang Japang: di bawah sesabit bulan, 11)
dunia memantulkan matahari ke gelap malam
pada mimpi dan laut; angin saling pagut
kau akan melihat bola matamu menggelantung
berayun-ayun antara langit dan mendung
“tapi kelahiran, waktu membawanya memisah dari kehidupan!”
kabut menelan perjalanan kita; dermaga, kapal dan ratusan perahu
seperti diri yang kau pikul
dalam perjalanan itu kau akan menjumpai stasiun, lelehan batu-batu
dari seribu ngarai menganga
dan negeri yang kita tuju semakin jauh, amat jauh
pada takdir dan maut; jejak-jejakmu tinggal rangka
dalam pintalan angin yang kusut
berabad-abad, sampailah kita pada negeri itu
pohon-pohon tanpa akar, matahari menyala
burung-burung hinggap di punggung lembu
hidup dilayarkan di musim yang beku; dan kita melihat
orang-orang berdiri pada kecuraman kabut yang suram
“o pesisir, laut yang tinggal!”
“o mimpi, terselimut taburan harapan!”
di tirai negeri ini, angin membawa bola matamu
menangkap tanda-tanda dan ikhwal
mengumpulkan seluruh sejarah yang tenggelam
di jurang-jurang kabut dan awan
saat kita kembali; segalanya kau semaikan
ke seluruh jejak-jejak yang ada
sejarah tumbuh jadi rimba
tapi tak seorangpun yang mendekati
selain kesunyian
pesisir dan laut; kita sampai ke abad dan dunia semula
seperti diri yang kau layarkan; ombak tak lagi menepi
kepantai dan ruang-ruang peristiwa
hanya badai! badai! membawa pengembaraan
ke gelap zaman.
(Padang Japang: di bawah sesabit bulan, 11)