Di sebelah sana orang-orang meletakkan sebongkah
batu penjuru.
Untuk sebuah rumah yang tahan hujan badai petir
matahari dan cuaca, kata mereka.
Orang-orang memecah batu demi batu dengan hu menyusun
batu demi batu dengan hasrat purba merekat batu demi batu
dengan cahaya rembulan mengikat batu demi batu dengan doa tak
berkesudahan yang berbula dari ha dan tidak pernah mencapai
nga dan bangunan itu pun tegak bersebelahan dengan angan-angan
yang sudah ditentukan terlebih dahulu kiblatnya.
Ke sana, ke sana, ke arah sana!
Ada yang menyanyikan ayat-ayat sambil membayangkan sebuah
luasan yang merindukan purnama yang berseteru dengan sengatan
surya.
Ke sana, ke sana, ke arah batu!
Ada yang membaca kalimat pendek kalimat panjang semuanya
tanpa tanda baca kecuali tanda seru yang dilisankan dengan begitu
indah.
Debu yang selalu gelisah mencari tempat istirahnya melingkar-
lingkar sebentar di sekitar bangunan itu dan melekat satu demi
satu – ya, satu demi satu – di celah-celah tumpukan batu.
Ke sana, ke sana, ke arah bulan, ke arah bulan!
Ada yang melakukan gerak-gerik sangat indah berdiri melipat
lengan menekuk kaki duduk menoleh ke sana menengok ke sini
sambil tak henti-hentinya menyanyikan kalimat pendek kalimat
panjang yang tanpa tanda baca kecuali tanda seru.
Kecuali tanda seru!
batu penjuru.
Untuk sebuah rumah yang tahan hujan badai petir
matahari dan cuaca, kata mereka.
Orang-orang memecah batu demi batu dengan hu menyusun
batu demi batu dengan hasrat purba merekat batu demi batu
dengan cahaya rembulan mengikat batu demi batu dengan doa tak
berkesudahan yang berbula dari ha dan tidak pernah mencapai
nga dan bangunan itu pun tegak bersebelahan dengan angan-angan
yang sudah ditentukan terlebih dahulu kiblatnya.
Ke sana, ke sana, ke arah sana!
Ada yang menyanyikan ayat-ayat sambil membayangkan sebuah
luasan yang merindukan purnama yang berseteru dengan sengatan
surya.
Ke sana, ke sana, ke arah batu!
Ada yang membaca kalimat pendek kalimat panjang semuanya
tanpa tanda baca kecuali tanda seru yang dilisankan dengan begitu
indah.
Debu yang selalu gelisah mencari tempat istirahnya melingkar-
lingkar sebentar di sekitar bangunan itu dan melekat satu demi
satu – ya, satu demi satu – di celah-celah tumpukan batu.
Ke sana, ke sana, ke arah bulan, ke arah bulan!
Ada yang melakukan gerak-gerik sangat indah berdiri melipat
lengan menekuk kaki duduk menoleh ke sana menengok ke sini
sambil tak henti-hentinya menyanyikan kalimat pendek kalimat
panjang yang tanpa tanda baca kecuali tanda seru.
Kecuali tanda seru!
Sumber: Buku Babad Batu.