Puisi Pulang Dari Pemakaman Teman Karya Sapardi Djoko Damono

:Wyslawa Szymborska

Belum pasti, Bung, itu proyek besar; janjinya ya begitu,
tapi kan bisa saja batal, tergantung.

Gak usah mampir saja ya, Mas, soalnya minggu lalu aku masih
liat ulat itu menjulur-julurkan lidahnya di apel impor yang seperti
berdenyut-denyut.

Siapa, sih, yang tadi pidato sesenggukan atas nama keluarga si
mati sambil dengan sabar mengelus-elus kepala anak laki-lakinya
yang sejak masuk gerbang makam tak henti-hentinya bikin ribut
minta pulang kebelet main game petak umpet dalam gadget yang
kemarin dibelinya?

Ya itulah, karena takut didemo si bos kumisan itu gak jadi
memindahkan saya ke bagian kering meskipun itu yang sejak lama
diniatkannya.

Orang muda yang pakai songkok merah agak kegedean
merangkul istrinya sambil bisik-bisik untung kita tak mendengar
apa yang dibicarakan pasangan yang baru nikah minggu lalu itu.

Pak Kiai bilang kita ini sudah dekat kiamat soalnya cuaca
begini-begini saja akhir-akhir ini dan anak saya masuk-keluar-masuk
rumah sakit; berat, Mas, meskipun kami sudah punya askes.

Yang berjalan pincang-pincangan memakai tongkat rotan
– yakni aku? – tumben kali ini sama sekali tidak mau bicara
tampaknya bertanya-tanya kepada dirinya sendiri kenapa, sih,
teman yang baru dimakamkan itu sampai hati bener mendahului
dirinya.

Yang tadi kita timbuni tanah itu tentunya sudah bahagia,
makanya tidak bakal mau pulang ke rumah lagi dan ketika
diturunkan ke liang lahat tadi saya liat dia tersenyum meskipun
sudah disumpal kapas, Bapak liat gak?


Sumber: Buku Babad Batu.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama