Puisi Sebuah Pelukan Untuk Selamanya Karya Helvy Tiana Rosa

Beberapakali aku menemukan mimpiku sendiri
terjerembab di depan pintu, kuyup oleh hujan.
Seperti pakaian kotor berulangkali kucuci
dan kujemur di halaman luas.
Pada saat saat seperti itu aku ingat
wajah dan matamu saat bicara;
selalu teduh dan meneguhkan

Kau ingat, katamu: hidup hanya sebentar,
tapi bagaimana agar tak sekadar,
agar yang sejenak itu bisa gores makna
pahat ada kita di hadapanNya.
Katamu: hidup adalah pilihan
untuk bertindak di jalan cinta

Bolehkah kugenggam bayangmu
kala menapak cita dan asa?
Bolehkan sekadar kupinjam punggungmu
untuk menulis puisi puisi liris
yang tak henti menangis?
Dimanapun kau berada,
bolehkah kuhirup aroma ketulusanmu senantiasa?

Kulihat lagi kelebat bayangmu, gagah di beranda
Diam, tak menatap, tak memeluk
seperti yang selalu dilakukan pemeran utama pria
di film-film Hollywood, kepada pemeran utama wanita,
kala mereka harus berpisah dengan atau tanpa rencana.

“Sebab tak ada pelukan yang lebih erat dari doa,”
katamu pada pertemuan terakhir kita.
“Maukah kupeluk kau selalu,
selamanya dengan cara itu?”

(Depok, Januari 2012)


Sumber: Pena Kecil - Helvy Tiana Rosa, sastrahelvy.com.
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Nih buat jajan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama