Puisi Beri Aku Satu Kata Karya Barikatul Hikmah & Diki Umbara

Kasat mata, tak kasat rasa. Sisa embun berlesatan menguar karena
angin, seperti itulah hatiku menghindar dari yang engkau ingin.

Di lembah kefanaan aku berjudi melawan nasib. Suam air mukamu memantik terka:
meski inginku dan inginmu tak satu rima, mampukah kita
satu kelana?

Memercik api kecil dari tapal kaki, cemas ringkik hendak berlari, dua
jiwa yang muskil melawan takdir. Nyatanya asa itu masih ada.

Sampai kapan? Tanyaku pada uluran kobar gelisah. Sampai kapan akan
kau dudukkan kabut di atas kursi raung relung jiwaku?

Ragu perlahan meluruh seperti sisa bebatuan kecil, terperosok karena
kuatnya getar. Gerimis gugur, palu-palu masih mengetam di bawah cahaya
matahari.

Jejakkan jawabmu lekas, sayang. Tak sanggup aku memangku panasnya
gelora yang tanak. Menera di setiap kata, menyela di setiap laku.
Jadilah kita, yang mengubah aku dan kamu.


Sumber: Kompasiana.
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Nih buat jajan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama