Puisi Genosida Bebek Karya A. Muttaqin

Selembar bulu yang dihembus angin dan hinggap di matamu itu
adalah kabar kematian kami yang tak tersiar arus sungai.

Sungai yang membawa amis darah kami itu adalah lahar yang
gemetar ditaburi mawar segar oleh langit sepi.

Langit yang sepi dan lamat-lamat memutih itu adalah jerit suara
kami yang tertatih-tatih di hadapan duka si matahari.

Matahari yang diam berduka itu adalah bola mata kami yang
membengkak dan padam setelah menahan sengat kilat belati.

Kilat belati yang menusuki mendung itu adalah duka kami yang
membubung dan menitikkan air mata ke sekujur bumi.

Bumi yang basah dan membusuk itu adalah daging kami yang
gelap mengembang menetaskan ulat-ulat putih.

Ulat-ulat putih yang menetas itu adalah hati kami yang terkelupas
oleh luas api dan belati yang kini di dapurmu tidur sembunyi.
(2018)

Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Nih buat jajan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama