Puisi Langit Satu, Menjerit Waktu, Menjadi Aku Karya Radhar Panca Dahana

pergi aku menuju bulan pertama
cahaya menjerit dan memuntahkan hitam
datang kau menjanjikan senggama
hari dan detik ditarik-tarik, menghujam
kepala nasib, lalu segala raib segala gaib
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar
walillahilhamd
kereta datang menggeram seribu dendam
rejam ... rejam ... rejam bangsa yang diam
bunga kuncup lagu layu gadis tak merayu
sini, ku dendangkan satu lagu, untukmu
untuk seluruh hidupmu.
dan kincir, gemelincir, air mengalir
darah yang anyir angin bersilir waktu bergulir
kamu, tak juga silir: hidupmu sihir.
air ... air....air...yang melautkan semua zaman
menautkan kezaliman, putus di pucuk awan
serahkan jantungmu, seperti dulu
waktu menjeratmu, seperti lalu
kau selalu malu mencumbu rindu
yang berbelit waktu dikandung batu.
pecahkan telur itu, tuangkan mimpi
biar sajak pun mengerti, andai kau berpaku diri
sepi tak beranjak pergi, kini tak lagi nanti
dan aku akan berhenti, mencetak cahaya
di lubang-lubang gelap matamu
di lembam malam ludah dendammu
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar
walillahilhamd

pernahkan lagi cuci badan di subuh hari
letihkan lagi caci zaman di tubuh pagi
nantikan lagi suci bulan di siang ini
darahkan lagi masa depan yang kini mati.
cukup nafsu kau eja ilmu
melulu bisu kau jaja jemu
lagi bulan tinggal seringgit ramadhan
kutegaskan getas selangit jeritan :
ini waktu laut darat menyatu,
cakrawala jingga menjadi tentu
sebuah bangsa menjadi satu...
menjadi aku.
(Besancon, 1998)


Sumber: Jendela Sastra 2014 "Puisi-Puisi Radhar Panca Dahana"
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Nih buat jajan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama