Puisi Pembunuhan Kopi di Pagi Hari Karya Radhar Panca Dahana

andaikata kuregang badan sekujur waktu, tetap saja tak kutemukan kau di situ. sejak lama sudah, kecewa ini kupelihara, seperti lumut menyelimuti batu. aku tak pernah sia-sia, walau sekali lagi, sekali lagi, melulu kekalahan kurayakan.

secangkir kopi panas yang kuhirup pagi dini sekali, menyodorkan kangen yang selalu datang di permukaan peruntunganku; kapan aku bisa memenangkan kejuaraan yang tak pernah dipertandingkan? kangen yang selalu mengingatkan bahwa kau masih ada. tapi koran pagi, berita radio dan televisi tak henti mengingatkan siapa saja bahwa waktu sudah tiada. karena itu, silakan kita ramai ramai membunuh kecewa. kita tidak bisa lagi mengenali diri sendiri lewat cermin mephistopheles. bahkan kata hati pun sudah tidak jujur pada dirinya sendiri. lidah selalu mengatakan “yang sebenarnya” dari yang sebenarnya bukan. emhh…betapa panas hari, dan tak ada angin di sini. padahal masih dini pagi, dan tukang sayur mulai menjajakan koran. pada saat seperti itu, pada suasana seperti itu, hanya satu yang ingin aku nyatakan; aku dapatkan satu dari kamu dengan melenyapkan satu dariku. kau tak tahu.

(1992)


Sumber: Jendela Sastra 2014 "Puisi-Puisi Radhar Panca Dahana"
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol traktir di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama