Entah apa yang mendorong aku kehidupan baru,
Meninggalkan menistakan kehidupan lama.
Setiap kali aku terbujuk gemerlap restu,
Sekejap lagi aku tersuram gelap derita.
Aku tiada jera-jera mencari keliling cahaya,
Entah apa mendesak aku menghimbau harapan.
Setiap kali aku lupa cahaya bulan hanya sementara,
Gelap gulita yang akan kudapat ditinggalkan.
Bukankah begitu bangsa semua-muanya,
Harapan bersinar menarik kehidupan baru.
Bukankah masyarakat diobah-obah dicoba,
Sekejap saja, rupanya derita yang ditunggu.
Tiadakah hidup dalam hati pikiran nyata,
Adakah gunanya berjuang merobah yang ada.
Baikkah berusaha menggerakkan massa,
Merobah susunan tiada tentu mana yang baka.
Tiadakah baik berdiamkan tangan,
Menutupkan pikiran, arahkan tiada.
Tiadakah baik meniadakan angan,
Meniadakan diri dalam tenangan Tiada.
Sumber: Pujangga Baru (Agustus, 1935).
Meninggalkan menistakan kehidupan lama.
Setiap kali aku terbujuk gemerlap restu,
Sekejap lagi aku tersuram gelap derita.
Aku tiada jera-jera mencari keliling cahaya,
Entah apa mendesak aku menghimbau harapan.
Setiap kali aku lupa cahaya bulan hanya sementara,
Gelap gulita yang akan kudapat ditinggalkan.
Bukankah begitu bangsa semua-muanya,
Harapan bersinar menarik kehidupan baru.
Bukankah masyarakat diobah-obah dicoba,
Sekejap saja, rupanya derita yang ditunggu.
Tiadakah hidup dalam hati pikiran nyata,
Adakah gunanya berjuang merobah yang ada.
Baikkah berusaha menggerakkan massa,
Merobah susunan tiada tentu mana yang baka.
Tiadakah baik berdiamkan tangan,
Menutupkan pikiran, arahkan tiada.
Tiadakah baik meniadakan angan,
Meniadakan diri dalam tenangan Tiada.
Sumber: Pujangga Baru (Agustus, 1935).