Puisi Ijtimak Ayah dan Anak Karya Hasan Aspahani

ANAKKU menggambar segelas cappuccino dengan
gambar seperti wajahku pada permukaannya. Dan barista
terkapar di samping mesin espresso yang masih menyala.
Dari hidung barista itu menyembur uap panas. Dia belum
mati. Tapi tak ingin hidup lagi. Buih susu meleleh pada
ranting meja. Waktu yang selengket gulali, dari kanvas
Dali.

Anakku mewarnai sisa ruang kosong pada gambarnya,
dengan Faber-Castell. Merah yang tak terduga. Siapa tadi
yang memesan cappuccino itu dengan gambar wajah yang
buruk pada permukaannya? Ia menuliskan kalimat tanya,
pada sudut kertas. Apakah itu judulnya? Aku bertanya.
Bukan, itu pertanyaan yang tak sempat dijawab oleh si
barista, sebelum kuputuskan ia terkapar dalam gambarku
ini.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama