(: untuk mamaku Siti Mariyam, juru tapai paling hebat sedunia)
ENGKAU harus yakin telah memilih beras ketan baru, yang seputih
santan, yang berbulir lencir, lalu kau tampi lagi, agar terbang segala
dedak debu. Telah selesai tugas kulit padi. Menjaga bulir yang setetes
demi setetes terisi, membernas di runduk malai, di petak-petak
sawahmu.
Sementara itu engkau siapkan tungku, dandang pengukusan,
dan kayu secukupnya kayu. Api harus tetap menjaga nyala,
menembuskan panas ke dinding dandang, sementara di dalam
dandang itu nanti gelegak air menguji seberapa lekat ketan yang
telah kau pilih, kau bersihkan, dan kelak hendak kau tapaikan.
Engkau mestinya sudah menyiapkan perasan daun pandan yang
kau petik di sumur tempat engkau mandi hari raya, sebelum salat
Idulfitri, pandan yang berumpun subur, hijau dan wangi yang kelak
menyeimbangi aroma fermentasi.
Di nyiru, yang tadi kau pakai menampi, kini seharusnya sudah
engkau lapisi helai daun pisang, jangan terbalik membentang, sisi
atas yang hijaunya sedap dipandang, di situlah engkau hamparkan
nasi ketan yang mengepulkan uap yang baru engkau kaut dari
dandang, lalu biarkan hingga suhu kamar, sambil engkau percikkan
padanya harum dan hijau perasan air pandan.
Aku beri tahu rahasia satu: agar tak lekat tanganmu, celupkan
keduanya dalam air remasan pucuk katu, kami percaya ini akan
banyak membantu, ragi yang kelak ditugaskan berfermentasi, dia
bekerja tidak sendiri.
Rahasia yang paling rahasia sebenarnya adalah saat kau menaburkan
ragi (dan menebarkan ragu, "maniskah kelak tapaiku? Maniskah?"),
pastikanlah bahwa saat itu suhu ketan yang tentu telah menghijau
itu tak lebih panas dari suhu udara di dapurmu. Jika segumpal
saja ada yang masih menyimpan lebih suhu, oh, kau sudah
menggagalkan seluruh ritual penapaianmu. Yang segumpal itu akan
memerah dan memasamkan seluruh manis tapaimu!
Saatnya, engkau menunggu, setelah menyimpan bakal tapaimu
dalam wadah tertutup, sebab ragimu, ragi tapaimu, adalah dia yang
bekerja dalam ruang tak berpintu. Kelak, akan terkabarkan padamu,
wangi manis tapaimu, di pagi hari rayamu.
ENGKAU harus yakin telah memilih beras ketan baru, yang seputih
santan, yang berbulir lencir, lalu kau tampi lagi, agar terbang segala
dedak debu. Telah selesai tugas kulit padi. Menjaga bulir yang setetes
demi setetes terisi, membernas di runduk malai, di petak-petak
sawahmu.
Sementara itu engkau siapkan tungku, dandang pengukusan,
dan kayu secukupnya kayu. Api harus tetap menjaga nyala,
menembuskan panas ke dinding dandang, sementara di dalam
dandang itu nanti gelegak air menguji seberapa lekat ketan yang
telah kau pilih, kau bersihkan, dan kelak hendak kau tapaikan.
Engkau mestinya sudah menyiapkan perasan daun pandan yang
kau petik di sumur tempat engkau mandi hari raya, sebelum salat
Idulfitri, pandan yang berumpun subur, hijau dan wangi yang kelak
menyeimbangi aroma fermentasi.
Di nyiru, yang tadi kau pakai menampi, kini seharusnya sudah
engkau lapisi helai daun pisang, jangan terbalik membentang, sisi
atas yang hijaunya sedap dipandang, di situlah engkau hamparkan
nasi ketan yang mengepulkan uap yang baru engkau kaut dari
dandang, lalu biarkan hingga suhu kamar, sambil engkau percikkan
padanya harum dan hijau perasan air pandan.
Aku beri tahu rahasia satu: agar tak lekat tanganmu, celupkan
keduanya dalam air remasan pucuk katu, kami percaya ini akan
banyak membantu, ragi yang kelak ditugaskan berfermentasi, dia
bekerja tidak sendiri.
Rahasia yang paling rahasia sebenarnya adalah saat kau menaburkan
ragi (dan menebarkan ragu, "maniskah kelak tapaiku? Maniskah?"),
pastikanlah bahwa saat itu suhu ketan yang tentu telah menghijau
itu tak lebih panas dari suhu udara di dapurmu. Jika segumpal
saja ada yang masih menyimpan lebih suhu, oh, kau sudah
menggagalkan seluruh ritual penapaianmu. Yang segumpal itu akan
memerah dan memasamkan seluruh manis tapaimu!
Saatnya, engkau menunggu, setelah menyimpan bakal tapaimu
dalam wadah tertutup, sebab ragimu, ragi tapaimu, adalah dia yang
bekerja dalam ruang tak berpintu. Kelak, akan terkabarkan padamu,
wangi manis tapaimu, di pagi hari rayamu.