AKU akan jadi tua
tebu terunduk,
seseruas batang memanjang,
sebelum datang seorang penebang,
dengan parang tak berlidah,
tak kenal manis atau hambar sepah.
Pada mata luka di ruas usia
ada kusimpan
sesisa nanah dan bau segenggam tanah
seperti rekening di bank syariah,
umur akan selesai kucicil,
setoran tak berbunga.
Siapa itu menyelumur
bagai lepas daun tebu,
mengering tanpa mengerang
jatuh tanpa teraduh-aduh
lalu batal niat-gatal
si tepung-pupur jamur?
*
YA, aku akan jadi tua
duduk, tunduk,
mengenang pokok tebu
seruas dulu kutanam
jadi serumpun kini memagar lingkar sumur.
Lalu lepas sesarang lebah,
kudengar dengung ramai bagai seregu barongsai,
mencuri nektar dari malai.
Manis. Madu. Menangis. Merdu.
Manis. Madu. Menangis. Merdu.
Manis. Madu. Menangis. Merdu.
Lagu tabah ratu lebahkah sampai pada dengarku?
*
AKU akan jadi tua
dan menggali sendiri lubang panjang membujur,
yang bukan sumur.
Ketika itu lidahku seperti akar tebu
mampu sudah mengecap manis dari sesisa air
yang mengalir
dari tipis pelipis
dari alur alis
dari damai dahi
dan tepi pipi.
Dari luka mata. Mataku sendiri.