HARI yang sudah senja menyusun sembilan meja
bayang-bayang pelengkap di kanan sisi-sisinya.
Taplak antelas hitam sewarna langit. Warna kelam.
Ini restoran kehidupan. Tanpa kursi. Tanpa keranda.
Pada daftar hanya sebuah menu khusus: Kematian.
Kau, mestinya sudah pula dapat tempat. Istimewa.
Kau sudah lama memesan. Datanglah sendirian.
Anak-anak tak berayah jadi pelayan. Piring kosong,
Sendok dan pisau, menata risau. “Tak ada yang
sempat menyantap, apa yang telah disuguhkan.”
Demi perjalanan. Demi sopan-santun perjamuan.
bayang-bayang pelengkap di kanan sisi-sisinya.
Taplak antelas hitam sewarna langit. Warna kelam.
Ini restoran kehidupan. Tanpa kursi. Tanpa keranda.
Pada daftar hanya sebuah menu khusus: Kematian.
Kau, mestinya sudah pula dapat tempat. Istimewa.
Kau sudah lama memesan. Datanglah sendirian.
Anak-anak tak berayah jadi pelayan. Piring kosong,
Sendok dan pisau, menata risau. “Tak ada yang
sempat menyantap, apa yang telah disuguhkan.”
Demi perjalanan. Demi sopan-santun perjamuan.