Apa yang bisa kami rasakan, tapi tak usah kami ucapkan
Apa yang bisa kami pikirkan, tapi tak usah kami katakan
Janganlah kau bersedih – dan mari kami lanjutkan
Kami bawa ini kebenaran ke bintangnya dan ke buminya.
Kami pun tahu, karena ada satu kata dari kau yang kami simpan
Satu pandang dari tanah retak menggersang, lalu sedu menyesak dada
Ah, kenangan padamu akan terus memburu,
menakutkan seperti bayang di pondok seloyongan, bila pelita telah dipasang
Tapi penuh kasih seperti Bapa yang mengulurkan tangan
Dan kau kembali, seperti di hari-hari dulu ketika kau dan ini bumi masih mendegupkan hidup.
Kami tak kan lupakan kau, ketika memburu dan ketika lari
– karena apa yang kami buru dan apa yang kami lari
untuk itu kau mau serahkan nyawa
Dan kami yang menimbang jasamu
Pun tahu, seperti kau pun tahu, bahwa tak ada Dewa atau Tuhan lain lagi yang berharga untuk dihidupi selain itu
Berhembusan topan di padang tandus ini
Tapi tapak kami yang tertanam di padang gersang, di mana kau dalam terkubur
Melanjutkan nyala, dan kami yang tegak berdiri di sini ialah api
Kita tahankan hidup di ini malam, malam yang akan melahirkan siang
Kita adalah anak-anak dari satu Bapa
Kita adalah anak-anak dari satu Ibu
Dan mati kita hanyalah soal waktu
Tapi kita semua mempertahankan satu Tuhan.
Adik yang akan datang. Kakak yang telah pergi
Kita angkutlah tanah-tanah yang retak, ini tanah-tanah yang gersang.
Keberatan beban, kesakitan bahu memikul, dan kepahitan hati akan kekalahan
Akan menyaratkan cinta pada kepercayaan yang kita peluk.