Jika terdengar keluh penyerahannya menjalani
— antara noktah langkah pertama
sampai ke ujung gunung harapan —
aku rasa, lagi aku rasa meruyak pedih
luka dulu yang pernah kubunuh mati.
Dulu berbesar nafsu berlari aku, berlari
mencapai ujung gunung harapan
tersesat tenggelam ke laut galian
air mata pilu aku kembalikan ke lubuk hati.
Tahulah aku besar rahmat-Mu melimpahi diri
kiranya air asin laut pengobat luka
sadar aku gunung harapan bukan diburu hanya
harus ditunggu sampai waktunya tiba.
Ah, tidak,
harapanku telah mati bersama luka-luka
aku akan kejar
tunggu lagi ke
dari siapa-siapa.
Tuhan, kenapa aku tidak pulangkan semua
ke haribaan-Mu, Tuhannya dan Tuhanku jua?
Kenapa kepala batuku
lembut luluh jika di hadapan-Mu?
Dan aku, dan aku
aku tidak akan berlari mendaki gunung harapan
Biar, biarkan mauku dalam ridha-Mu
hanyut tenggelam di laut galian
Karena di sana....
ada air asin pengobat luka derita.
(15 Januari 1951)
— antara noktah langkah pertama
sampai ke ujung gunung harapan —
aku rasa, lagi aku rasa meruyak pedih
luka dulu yang pernah kubunuh mati.
Dulu berbesar nafsu berlari aku, berlari
mencapai ujung gunung harapan
tersesat tenggelam ke laut galian
air mata pilu aku kembalikan ke lubuk hati.
Tahulah aku besar rahmat-Mu melimpahi diri
kiranya air asin laut pengobat luka
sadar aku gunung harapan bukan diburu hanya
harus ditunggu sampai waktunya tiba.
Ah, tidak,
harapanku telah mati bersama luka-luka
aku akan kejar
tunggu lagi ke
dari siapa-siapa.
Tuhan, kenapa aku tidak pulangkan semua
ke haribaan-Mu, Tuhannya dan Tuhanku jua?
Kenapa kepala batuku
lembut luluh jika di hadapan-Mu?
Dan aku, dan aku
aku tidak akan berlari mendaki gunung harapan
Biar, biarkan mauku dalam ridha-Mu
hanyut tenggelam di laut galian
Karena di sana....
ada air asin pengobat luka derita.
(15 Januari 1951)