Belakangan ini saya banyak mendapat gangguan mata.
Apa dan siapa yang saya lihat sering tampak bergoyang.
Bahkan mata saya kadang salah sangka.
Saat bercermin, misalnya, saya merasa bahwa tuan
yang sedang mengagumi saya adalah kenalan lama saya.
Ternyata ia lupa dan mengajak kenalan ulang.
Selain salah lihat, mata saya sering dianggap salah baca.
Saya baca buku, buku bilang salah, baca lagi, salah lagi.
Tak terkecuali buku-buku yang saya tulis sendiri.
Malam ini sakit mata saya makin akut: nyeri, pusing,
berdenyut-denyut. Maka datanglah seorang dokter mata:
"Selamat malam, pasien." Tanpa bicara ia periksa mata saya.
"Dokter, apakah saya harus pakai kacamata?"
"Tidak perlu kacamata. Hanya perlu dicungkil."
Dicungkil? Saya tidak dapat membayangkan mata saya
harus diganti dengan mata buatan atau bekas mata
orang lain. Saya diminta berdoa dan tidur tenang
sementara ia akan menggarap mata saya.
Subuh hari saya terbangun. Dokter mata sudah pergi.
Aneh, semua terasa nyaman dan normal kembali.
Saya segera mendatangi cermin langganan saya
dan saya terkejut tiba-tiba bertemu dengan dokter mata itu.
"Dokter, apakah Anda telah mengganti mata saya?"
"Ah enggak. Aku cuma membersihkan dan merendam
matamu dalam air mataku, kemudian mengembalikannya
seperti semula. Kau pangling dengan matamu?"
"Terima kasih, Dokter." Dan dokter mataku tampak
ingin menangis, tapi ia tidak ingin aku melihat air matanya.
(2003)
Apa dan siapa yang saya lihat sering tampak bergoyang.
Bahkan mata saya kadang salah sangka.
Saat bercermin, misalnya, saya merasa bahwa tuan
yang sedang mengagumi saya adalah kenalan lama saya.
Ternyata ia lupa dan mengajak kenalan ulang.
Selain salah lihat, mata saya sering dianggap salah baca.
Saya baca buku, buku bilang salah, baca lagi, salah lagi.
Tak terkecuali buku-buku yang saya tulis sendiri.
Malam ini sakit mata saya makin akut: nyeri, pusing,
berdenyut-denyut. Maka datanglah seorang dokter mata:
"Selamat malam, pasien." Tanpa bicara ia periksa mata saya.
"Dokter, apakah saya harus pakai kacamata?"
"Tidak perlu kacamata. Hanya perlu dicungkil."
Dicungkil? Saya tidak dapat membayangkan mata saya
harus diganti dengan mata buatan atau bekas mata
orang lain. Saya diminta berdoa dan tidur tenang
sementara ia akan menggarap mata saya.
Subuh hari saya terbangun. Dokter mata sudah pergi.
Aneh, semua terasa nyaman dan normal kembali.
Saya segera mendatangi cermin langganan saya
dan saya terkejut tiba-tiba bertemu dengan dokter mata itu.
"Dokter, apakah Anda telah mengganti mata saya?"
"Ah enggak. Aku cuma membersihkan dan merendam
matamu dalam air mataku, kemudian mengembalikannya
seperti semula. Kau pangling dengan matamu?"
"Terima kasih, Dokter." Dan dokter mataku tampak
ingin menangis, tapi ia tidak ingin aku melihat air matanya.
(2003)