Puisi Kapan Lagi Karya Joko Pinurbo

Kapan lagi kau bisa duduk manis di bawah
pohon cemara, mendengarkan beberapa ekor puisi
berkicau di ranting-rantingnya, membiarkan
bulan mungil jatuh dan memantul-mantul
di atas kepalamu, meredakan gemuruh tubuhmu.

Hidup yang longgar ini kadang terasa sumpek juga.
Baju yang sebelumnya waras-waras saja
mendadak terasa sesak di bagian ketiak.
Celana yang sampai kemarin nyaman-nyaman saja
tiba-tiba terasa melintir di bagian paha.
Tadi malam kau pulang dari salon dengan gembira,
sekarang kau malu dengan potongan rambutmu.

Seharian kau gelisah melulu, ingin mengganti ini
mengganti itu, sementara daftar janji yang ingin
kau penuhi bertambah panjang saja. Janji mencabuti
rumput di makam nenek. Janji membelikan ayah
selembar sarung sutera. Janji minta maaf
kepada pohon mangga yang sering kau curi buahnya.
Janji tidak marah dan mengucapkan anjing
kepada pendengki yang memanggilmu asu.
Janji menolong teman yang sedang sedih dan lesu.
Janji berterima kasih kepada tukang sampahmu.

Duduklah dengan tenang di atas batu yang kelak
akan jadi batu nisanmu. Duduklah sambil
membaca Pramoedya: "Hidup sungguh sangat
sederhana. Yang hebat-hebat hanya tafsirannya."

(2016)


Sumber: Buku Latihan Tidur (2017).
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Nih buat jajan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama