Puisi Ketika Pulang Karya Joko Pinurbo

Ketika pulang, yang kutemu di dalam rumah hanyalah
ranjang bobrok, onggokan popok, bau ompol, jerit tangis
berkepanjangan dan tumpukan mainan yang tinggal rongsokan.
Di sudut kamar kulihat Ibu masih suntuk berjaga
menjahit sarung dan selimut yang makin meruyak koyaknya
oleh gesekan-gesekan cinta dan usia.

"Di mana Ayah?" aku menyapa dalam hening suara,
"Biasanya Ayah khusyuk membaca di bawah jendela."
"Ayah pergi mencari kamu," sahutnya,
"Sudah tiga puluh tahun ia meninggalkan Ibu."
"Baiklah, akan saya cari Ayah sampai ketemu.
Selamat menjahit ya Bu."

Di depan pintu aku berjumpa lelaki tua
dengan baju usang, celana congklang.
"Kok tergesa," ia menyapa,
"Kita mabuk-mabuk dululah."
"Kok baru pulang," aku berkata,
"Dari mana saja. Main judi ya?"
"Saya habis berjuang mencari anak saya, tiga puluh tahun
lamanya. Sampeyan sendiri hendak ngeluyur ke mana?"
"Saya hendak berjuang mencari ayah saya. Sudah tiga puluh
tahun saya tak mendengar dengkurnya."

Ia menatapku, aku menatapnya.
"Selamat minggat," ujarnya sambil mencubit pipiku.
"Selamat ngorok," ujarku sambil kucubit janggutnya.

Ia siap melangkah ke dalam rumah, aku siap berangkat
meninggalkan rumah.
Dan dari dalam rumah Ibu berseru, "Duel sajalah!"

(1998)


Sumber: Celana (1999).
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol traktir di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama