Puisi Tahi Lalat Karya Joko Pinurbo

Pada usia lima tahun ia menemukan
tahi lalat di alis ibunya,
terlindung bulu-bulu hitam lembut,
seperti cinta yang betah berjaga
di tempat yang tak diketahui mata.

Kadang tahi lalat itu memancarkan cahaya
selagi ibu lelap tidurnya.
Dengan girang ia mengecupnya:
"Selamat malam, kunang-kunangku."

Ketika ia beranjak remaja
dan beban hidup bertambah berat saja,
tahi lalat itu hijrah ke tengkuk ibunya,
tertutup rambut yang mulai layu,
seperti doa yang merapal diri
di tempat yang hanya diketahui hati.

Disingkapnya rambut si ibu,
diciumnya tahi lalat itu, "Maaf,
sering lupa kuucapkan amin untukmu."

Akhirnya ia benar-benar sudah dewasa,
sudah siap meninggalkan rumah ibunya,
dan ia tak tahu tahi lalat itu pindah ke mana.

"Jika kau menemukannya,
masihkah kau akan mengecupnya,
akankah kau menciumnya?" si ibu bertanya.

Ah, tahi lalat itu telah hinggap
dan melekat di puting susu ibunya.

(2011)


Sumber: Baju Bulan (2013).
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol traktir di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama