Ia muncul begitu saja di ambang pintu setelah lama
tidak bertemu. Matanya terkejut, kepalanya bergoyang
kena hantam dentang jam di dinding ruang tamu.
"Maafkan aku, kawan. Sekian tahun tak jumpa,
aku mampir ke rumahmu hanya untuk numpang
ke kamar mandi. Boleh, kan?"
Petang itu saya sedang melamun di halaman koran.
"Silahkan," jawab saya singkat. Lalu ia meluncur cepat
ke kamar mandi. Entah apa yang ia perbuat.
Dari jauh berkali-kali saya mendengar ia mengumpat,
meneriakkan bangsat, jahanam, keparat.
Usai bergiat di kamar mandi, wajahnya dibalut misteri.
"Setelah menjadi bintang panggung yang sukses,
aku merasa ngeri dengan topeng culun di dinding
kamar mandimu. Wajahnya sinis, dan aku tersinggung:
kok tampang kami tampak makin akur saja."
Bukankah dia sendiri yang dulu menghadiahkan
topeng itu kepada saya? Saya periksa si culun,
wajahnya tetap saja begitu: dingin, menggoda, pemalu.
Jangan-jangan tampang waktu memang bisa tampak
berbeda-beda, tergantung siapa yang melihatnya,
tergantung siapa yang dilihatnya.
(2003)
tidak bertemu. Matanya terkejut, kepalanya bergoyang
kena hantam dentang jam di dinding ruang tamu.
"Maafkan aku, kawan. Sekian tahun tak jumpa,
aku mampir ke rumahmu hanya untuk numpang
ke kamar mandi. Boleh, kan?"
Petang itu saya sedang melamun di halaman koran.
"Silahkan," jawab saya singkat. Lalu ia meluncur cepat
ke kamar mandi. Entah apa yang ia perbuat.
Dari jauh berkali-kali saya mendengar ia mengumpat,
meneriakkan bangsat, jahanam, keparat.
Usai bergiat di kamar mandi, wajahnya dibalut misteri.
"Setelah menjadi bintang panggung yang sukses,
aku merasa ngeri dengan topeng culun di dinding
kamar mandimu. Wajahnya sinis, dan aku tersinggung:
kok tampang kami tampak makin akur saja."
Bukankah dia sendiri yang dulu menghadiahkan
topeng itu kepada saya? Saya periksa si culun,
wajahnya tetap saja begitu: dingin, menggoda, pemalu.
Jangan-jangan tampang waktu memang bisa tampak
berbeda-beda, tergantung siapa yang melihatnya,
tergantung siapa yang dilihatnya.
(2003)