Ibu kota Jakarta adalah punggungmu.
Punggung yang sabar menanggung beban
kerjamu,
bangun pagimu,
pulang malammu,
perjalanan macetmu,
pegal-pegalmu,
masuk anginmu,
ingin ini ingin itumu,
kenapa begini kenapa begitumu,
aku kudu piyemu,
tunjangan kesepianmu,
jaminan kewarasanmu,
surga sementaramu,
yang berhenti di ngantuk matamu.
Mata yang masih bisa bilang
"selamat pulang, pejuang"
walau perjuanganmu gugur di tempat tidur.
Punggungmu terbungkuk-bungkuk
menggendong kursi kehormatanmu.
Kursi kerjamu.
Kursi makanmu.
Kursi mimpimu.
Kursi mabukmu.
Kursi ibadahmu.
Kursi panasmu.
Kursi yang berganti-ganti kaki.
Kursi saktimu.
Kursi yang diduduki banyak orang.
Kursi sakitmu.
Kursi yang sabar menanggung bebanmu.
Bila aku bersandar di punggungmu
dan menyimak suara tubuhmu,
aku bisa mendengar gemuruh hujan
diiringi tiga letusan petir.
Tiga letusan petir yang, jika diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia,
berbunyi, "Bubar, bubaarr, bubaaarrr."
(2015)
Sumber: Buku Latihan Tidur (2017).
Punggung yang sabar menanggung beban
kerjamu,
bangun pagimu,
pulang malammu,
perjalanan macetmu,
pegal-pegalmu,
masuk anginmu,
ingin ini ingin itumu,
kenapa begini kenapa begitumu,
aku kudu piyemu,
tunjangan kesepianmu,
jaminan kewarasanmu,
surga sementaramu,
yang berhenti di ngantuk matamu.
Mata yang masih bisa bilang
"selamat pulang, pejuang"
walau perjuanganmu gugur di tempat tidur.
Punggungmu terbungkuk-bungkuk
menggendong kursi kehormatanmu.
Kursi kerjamu.
Kursi makanmu.
Kursi mimpimu.
Kursi mabukmu.
Kursi ibadahmu.
Kursi panasmu.
Kursi yang berganti-ganti kaki.
Kursi saktimu.
Kursi yang diduduki banyak orang.
Kursi sakitmu.
Kursi yang sabar menanggung bebanmu.
Bila aku bersandar di punggungmu
dan menyimak suara tubuhmu,
aku bisa mendengar gemuruh hujan
diiringi tiga letusan petir.
Tiga letusan petir yang, jika diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia,
berbunyi, "Bubar, bubaarr, bubaaarrr."
(2015)
Sumber: Buku Latihan Tidur (2017).