Beberapa hari terakhir ini kampung kami sering dilanda
gangguan keamanan. Pencurian mulai merajalela, bahkan telah
terjadi perampokan disertai penganiayaan. Kepala kampung
memerintahkan agar kegiatan ronda digalakkan karena
tidak mungkin berharap sepenuhnya kepada petugas keamanan.
Malam itu Pak Aman hendak melaksanakan tugas ronda.
Ia warga kampung yang rajin dan setia, meskipun tubuhnya
yang kurus dan tua kurang mendukung gelora semangatnya.
Kalau ronda ia suka memakai topi ninja berwarna hitam,
mungkin untuk sekadar gagah-gagahan. Tapi malam itu
ia tidak mengenakannya karena topi kebanggaannya itu hilang
dicuri orang ketika sedang dijemur di depan rumahnya.
Nah, ia memukul-mukul tiang listrik, memanggil-manggil
teman-temannya, namun yang dipanggil-panggil tidak juga
menampakkan batang hidungnya.
Sambil bersiul-siul Pak Aman berjalan gagah ke gardu ronda.
Ia terperangah melihat di gardu ronda sudah ada beberapa
orang pencoleng sedang bermain kartu sambil terbahak-bahak
dan meneriakkan kata-kata yang bukan main kasarnya.
Bahkan ia jelas-jelas melihat salah seorang pencoleng
dengan enaknya mengenakan topi ninja kesayangannya.
“Ada musuh!” seru seorang pencoleng dan kawanan pencoleng
segera bersiaga untuk meringkusnya. Secepat kilat Pak Aman
melompat dan bersembunyi di sebuah rumpun bambu.
Tubuhnya menggigil demi melihat wajah sangar
para pencoleng sampai ia terkencing-kencing di celana.
Tidak lama kemudian muncul serombongan petugas patroli,
hendak memeriksa keadaan. “Bagaimana situasi malam ini?”
tanya seorang petugas. “Aman!” seru orang-orang
di gardu ronda yang sebenarnya adalah para bajingan.
Meskipun ketakutan, Pak Aman tidak kehilangan akal.
Ia punya keahlian menirukan suara binatang, dan ia paling fasih
menirukan suara anjing. Maka mulailah ia menggongong
dan melolong. Para pencoleng yang merasa sangat terganggu
oleh suara anjing serempak mengumpat: “Asu!”
Tapi gonggongan dan lolongan itu makin menjadi-jadi
sampai beberapa orang kampung mulai berhamburan keluar.
Menyadari ada ancaman, kawanan pencoleng yang sedang
menguasai gardu ronda segera lari tunggang langgang.
Dengan terkekeh-kekeh Pak Aman keluar dari tempat
persembunyian dan teman-temannya yang sudah hafal
dengan kelakuannya serempak berseru: “Asu!”
(2001)
gangguan keamanan. Pencurian mulai merajalela, bahkan telah
terjadi perampokan disertai penganiayaan. Kepala kampung
memerintahkan agar kegiatan ronda digalakkan karena
tidak mungkin berharap sepenuhnya kepada petugas keamanan.
Malam itu Pak Aman hendak melaksanakan tugas ronda.
Ia warga kampung yang rajin dan setia, meskipun tubuhnya
yang kurus dan tua kurang mendukung gelora semangatnya.
Kalau ronda ia suka memakai topi ninja berwarna hitam,
mungkin untuk sekadar gagah-gagahan. Tapi malam itu
ia tidak mengenakannya karena topi kebanggaannya itu hilang
dicuri orang ketika sedang dijemur di depan rumahnya.
Nah, ia memukul-mukul tiang listrik, memanggil-manggil
teman-temannya, namun yang dipanggil-panggil tidak juga
menampakkan batang hidungnya.
Sambil bersiul-siul Pak Aman berjalan gagah ke gardu ronda.
Ia terperangah melihat di gardu ronda sudah ada beberapa
orang pencoleng sedang bermain kartu sambil terbahak-bahak
dan meneriakkan kata-kata yang bukan main kasarnya.
Bahkan ia jelas-jelas melihat salah seorang pencoleng
dengan enaknya mengenakan topi ninja kesayangannya.
“Ada musuh!” seru seorang pencoleng dan kawanan pencoleng
segera bersiaga untuk meringkusnya. Secepat kilat Pak Aman
melompat dan bersembunyi di sebuah rumpun bambu.
Tubuhnya menggigil demi melihat wajah sangar
para pencoleng sampai ia terkencing-kencing di celana.
Tidak lama kemudian muncul serombongan petugas patroli,
hendak memeriksa keadaan. “Bagaimana situasi malam ini?”
tanya seorang petugas. “Aman!” seru orang-orang
di gardu ronda yang sebenarnya adalah para bajingan.
Meskipun ketakutan, Pak Aman tidak kehilangan akal.
Ia punya keahlian menirukan suara binatang, dan ia paling fasih
menirukan suara anjing. Maka mulailah ia menggongong
dan melolong. Para pencoleng yang merasa sangat terganggu
oleh suara anjing serempak mengumpat: “Asu!”
Tapi gonggongan dan lolongan itu makin menjadi-jadi
sampai beberapa orang kampung mulai berhamburan keluar.
Menyadari ada ancaman, kawanan pencoleng yang sedang
menguasai gardu ronda segera lari tunggang langgang.
Dengan terkekeh-kekeh Pak Aman keluar dari tempat
persembunyian dan teman-temannya yang sudah hafal
dengan kelakuannya serempak berseru: “Asu!”
(2001)