Syamsul, kekasih kita, tiba-tiba raib entah ke mana.
Pada malam terakhir ia terlihat masih tertawa
bersama Saut, temannya minum bir dan bercanda.
Bahkan ia sempat mengantar sepasang turis
melihat-lihat korban gempa.
Setelah itu ia tinggalkan begitu saja becaknya
di depan rumahnya yang porak poranda.
Kotamu nanti bakal mekar menjadi plaza raksasa.
Banyak yang terasa baru, segala yang lama
mungkin akan tinggal cerita,
dan kita tak punya waktu untuk berduka.
Banyak yang terasa musnah, atau barangkali
kita saja yang gagap untuk berubah,
seakan hidup miskin adalah berkah.
Entahlah. Aku hanya lihat samar-samar
sarung Syamsul berkibar-kibar di depan rumah.
Suatu malam becak Syamsul datang ke rumahku:
"Apakah mas Syamsul ada di sini?"
Kubetulkan celanaku, kurapikan sajak-sajakku:
"Syamsul masih ada. Ia tidak ke mana-mana.
Syamsul sudah menjadi nama sebuah kafe
yang baru saja dibuka. Maukah kau kuajak ke sana?"
(2006)
Pada malam terakhir ia terlihat masih tertawa
bersama Saut, temannya minum bir dan bercanda.
Bahkan ia sempat mengantar sepasang turis
melihat-lihat korban gempa.
Setelah itu ia tinggalkan begitu saja becaknya
di depan rumahnya yang porak poranda.
Kotamu nanti bakal mekar menjadi plaza raksasa.
Banyak yang terasa baru, segala yang lama
mungkin akan tinggal cerita,
dan kita tak punya waktu untuk berduka.
Banyak yang terasa musnah, atau barangkali
kita saja yang gagap untuk berubah,
seakan hidup miskin adalah berkah.
Entahlah. Aku hanya lihat samar-samar
sarung Syamsul berkibar-kibar di depan rumah.
Suatu malam becak Syamsul datang ke rumahku:
"Apakah mas Syamsul ada di sini?"
Kubetulkan celanaku, kurapikan sajak-sajakku:
"Syamsul masih ada. Ia tidak ke mana-mana.
Syamsul sudah menjadi nama sebuah kafe
yang baru saja dibuka. Maukah kau kuajak ke sana?"
(2006)