Puisi Anak Seorang Perempuan Karya Joko Pinurbo

Hingga dewasa saya tak pernah tahu saya ini
sebenarnya anak siapa. Sejak lahir saya diasuh
dan dibesarkan Ibu tanpa kehadiran seorang ayah.
Ibu pernah mengaku bahwa dulu ia
memang suka kencan dengan para lelaki,
tapi tak bisa memastikan benih lelaki mana
yang tercetak di rahimnya, lalu terbit menjadi saya.

Ibu tak pernah menyebut dirinya perempuan jalang
dan bagi anak seperti saya yang mengalami
kelembutan cinta seorang ibu soal itu toh
tidak penting-penting amat. Ketika seorang penyair
iseng bertanya apakah saya ini buah cinta sejati
atau cinta birahi, hasil hubungan terang atau gelap,
saya menganggap dia bukan penyair cerdas.
Justru Ibu yang bukan penyair pernah bertanya,
"Kau, penyairku, apakah kau tahu pasti asal-usul
benih yang tumbuh dalam kata-katamu?"

Sudah ada beberapa lelaki misterius
yang mengaku-aku sebagai ayah saya.
Masing-masing menyatakan cintanya yang tulus
kepada wanita yang melahirkan saya dan mereka
juga merasa bangga terhadap saya.
Sayang, saya tak butuh pahlawan kesiangan.
Lagi pula, saya lebih suka membiarkan diri saya
tetap menjadi milik rahasia.

Kini ibu saya yang cerdas terbaring sakit.
Tubuhnya makin hari makin lemah.
Dalam sakitnya ia sering minta dibacakan
sajak-sajak saya dan kadang ia mendengarkannya
dengan mata berkaca-kaca. Beberapa saat
sebelum beliau wafat, saya sempat lancang
bertanya, "Bu, saya ini sebenarnya anak siapa?"
Saya bayangkan Ibu yang penyayang itu akan
hancur hatinya. Tapi sambil mengusap kepala saya,
ia menjawab hangat, "Anak seorang perempuan."

(2002)

Sumber: Baju Bulan (2013).
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Nih buat jajan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama