Puisi Boneka Karya Joko Pinurbo

Boneka (1)

Setelah terusir dan terlunta-lunta di negerinya sendiri,
pelarian itu akhirnya diterima oleh sebuah keluarga boneka.

"Kami keluarga besar yang berasal dari berbagai suku bangsa.
Kami telah menciptakan adat istiadat menurut cara kami
masing-masing, hidup damai dan merdeka
tanpa menghiraukan lagi asal-usul kami.
Anda sendiri, Tuan, datang dari negeri mana?"

"Saya datang dari negeri yang pemimpin dan rakyatnya
telah menyerupai boneka. Saya tidak betah lagi tinggal
di sana karena saya ingin tetap menjadi manusia."

Keluarga boneka itu tampak bahagia. Mereka berbicara
dan saling mencintai dengan bahasa mereka masing-masing
tanpa ada yang merasa dihina dan disakiti.

Lama-lama si pembuat boneka itu merasa asing
dan tak tahan menjadi bahan cemoohan makhluk-makhluk
ciptaannya sendiri. Ia terpaksa pulang ke negeri asalnya
dan mencoba bertahan hidup di dunia nyata.

Boneka (2)

Rumah itu sudah lama ditinggalkan pemiliknya.
Ia minggat begitu saja tanpa meninggalkan pesan apa pun
kepada boneka-boneka kesayangannya.

"Mungkin ia sudah bosan dengan kita," gajah berkata.
"Mungkin sudah hijrah ke lain kota," anjing berkata.
"Mungkin pulang ke kampung asalnya," celeng berkata.
"Jangan-jangan sudah mampus," singa berkata.
"Ah, ia sedang nonton dangdut di kuburan," monyet berkata.
"Siapa tahu ia tersesat di tanah leluhur kita," yang lain berkata.

Mereka kemudian sepakat mengurus rumah itu
dan menjadikannya suaka margasatwa.

Pemilik rumah itu akhirnya pulang juga.
Ia masuk begitu saja, namun boneka macan yang perkasa
dan menyeramkan itu menyergahnya.
"Maaf, Anda siapa ya?"
"Lho, ini kan rumahku sendiri."
"Bercanda ya? Rasanya kami tak mengenal Anda.
Mungkin Anda salah alamat. Sebaiknya Anda segera pergi
sebelum kami telanjangi dan kami seret ke alam mimpi."

Boneka (3)

Boneka monyet itu mengajakku bermain ke rumahnya.
Di sana telah menunggu siamang, orangutan, simpanse,
gorila, lutung dan bermacam-macam kera lainnya.

"Kenalkan, ini saudara-saudaramu juga," monyet berkata.
"Kita mau bikin pesta kangen-kangenan sambil arisan."

Aku ingin segera minggat dari rumah jahanam itu,
tapi monyet brengsek itu cepat-cepat menggamit lenganku.
"Jangan terburu-buru. Kita foto bersama dululah."

Kami pun berpotret bersama.
Monyet menyuruhku berdiri paling tengah.
"Kau yang paling ganteng di antara kami," siamang berkata.

"Siapa yang paling lucu di antara kita?" monyet bercanda.
"Yang di tengah," lutung berkata.
"Ia tampak kusut dan murung karena bersikeras hidup
di alam nyata," gorila berkata. Mereka semua tertawa.

(1996)

Sumber: Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung (2007).
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Nih buat jajan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama