Puisi Gambar Porno di Tembok Kota Karya Joko Pinurbo

(Untuk ASA)

Tubuhnya kuyup diguyur hujan.
Rambutnya awut-awutan dijarah angin malam.
Tapi enak saja ia nongkrong, mengangkang
seperti ingin memamerkan kecantikan:
wajah ranum yang merahasiakan derita dunia;
leher langsat yang menyimpan beribu jeritan;
dada montok yang mengentalkan darah dan nanah;
dan lubang sunyi, di bawah pusar,
yang dirimbuni semak berduri.

Dan malam itu datang seorang pangeran dengan celana
komprang, baju kedodoran, rambut acak-acakan.
Datang menemui gadisnya yang lagi kasmaran.

"Aku rindu Mas Alwy yang tahan meracau seharian,
yang tawanya ngakak membikin ranjang reyot bergoyang-
goyang, yang jalannya sedikit goyah tapi gagah juga.
Selamat malam Alwy."

"Selamat malam Kitty. Aku datang membawa puisi.
Datang sebagai pasien rumah sakit jiwa dari negeri
yang penuh pekik dan basa-basi.

Ini musim birahi. Kupu-kupu berhamburan liar mencecar
bunga-bunga layu yang bersolek di bawah cahaya merkuri.
Dan bila situasi politik memungkinkan, tentu akan
semakin banyak yang gencar bercinta tanpa merasa
was-was akan ditahan dan diamankan.

"Merapatlah ke gigil tubuhku, penyairku.
Ledakkan puisimu di nyeri dadaku."

"Tapi aku ini bukan binatang jalan, Kitty.
Aku tak pandai meradang, menerjang."

Sesaat ada juga keabadian. Diusapnya pipi muda,
leher hangat dan bibir lezat yang terancam kelu.
Dan dengan cinta yang agak berangsan diterkamnya
dada yang beku, pinggang yang ngilu, seperti luka
yang menyerahkan diri pada sembilu.

"Aku sayang Mas Alwy yang matanya beringasat tapi
ada teduhnya, yang cintanya ganas tapi ada lembutnya,
yang jidatnya licin dan luas tempat segala kelakar
dan kesakitan begadang semalaman."

"Tapi malam cepat habis juga ya. Apa boleh buat,
mesti kuakhiri kisah kecil ini saat engkau terkapar
di puncak risau. Maaf, aku tidak punya banyak waktu
buat bercinta. Aku mesti lebih jauh lagi mengembara
di papan-papan iklan. Tragis bukan, jauh-jauh datang
dari Amerika cuma untuk jadi penghibur
di negeri orang-orang kesepian?"

"Terima kasih, gadisku."
"Peduli amat, penyairku."

(1996)


Sumber: Celana (1999).

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama