Adalah sinar matahari yang terselip
Di antara kubah masjid dan silhuet rumpun bambu
Bukit-bukit tertidur dalam biru redup yang jauh
Sebatang sungai mengalirkan kebeningannya di sela batuan
Sesayup suara azan dalam balutan kabut tipis
Kampungku, segala yang kurindu tertimbun tahun-tahun bisu
Dan kini aku ingin bersajak untukmu
Adalah permadani kuning yang menghampar luas
Petak-petak sawah dan garis-garis patah pematang hijau
Di utara bencana panjang itu sudah lama usai
Kini tinggal reruntuknya dalam ingatan
Musim yang bergulir menyajikan kehijauan lain
Lembayung menyalakan daun-daun, dalam basuhan embun
Dan gerobak masih menyeret bebannya ke selatan
Tapi di beranda sesayup ini, di hati yang bicara
Di antara kepulan kopi panas dan asap rokok yang mengawang
Kita semakin terpenjara bukan oleh duka atau lapar
Juga bukan oleh kesetiaan yang menyiksa
Kita semakin kehilangan rumah yang bernama waktu
Sementara langit mengelam, sungai-sungai berkemas ke muara
Daun-daun bergerak lamban oleh angin, kabut menebal
Sementara percakapan tentang bunga rumput di halaman
Galunggung yang perkasa dalam biru redup yang jauh
Sementara suara azan semakin lirih ditingkah rintik gerimis
Kebun-kebun tetangga yang masih bicara tentang kesederhanaan
Senyum gadis-gadis kecil dan ibu-ibu sepulang berwuduk
Istriku, kita semakin terpencil bukan karena kehabisan ruang lagi
Tapi karena terlampau bertanya tentang hidup ini
(1989)
Sumber: Jalan Menuju Rumahmu (2004).
Di antara kubah masjid dan silhuet rumpun bambu
Bukit-bukit tertidur dalam biru redup yang jauh
Sebatang sungai mengalirkan kebeningannya di sela batuan
Sesayup suara azan dalam balutan kabut tipis
Kampungku, segala yang kurindu tertimbun tahun-tahun bisu
Dan kini aku ingin bersajak untukmu
Adalah permadani kuning yang menghampar luas
Petak-petak sawah dan garis-garis patah pematang hijau
Di utara bencana panjang itu sudah lama usai
Kini tinggal reruntuknya dalam ingatan
Musim yang bergulir menyajikan kehijauan lain
Lembayung menyalakan daun-daun, dalam basuhan embun
Dan gerobak masih menyeret bebannya ke selatan
Tapi di beranda sesayup ini, di hati yang bicara
Di antara kepulan kopi panas dan asap rokok yang mengawang
Kita semakin terpenjara bukan oleh duka atau lapar
Juga bukan oleh kesetiaan yang menyiksa
Kita semakin kehilangan rumah yang bernama waktu
Sementara langit mengelam, sungai-sungai berkemas ke muara
Daun-daun bergerak lamban oleh angin, kabut menebal
Sementara percakapan tentang bunga rumput di halaman
Galunggung yang perkasa dalam biru redup yang jauh
Sementara suara azan semakin lirih ditingkah rintik gerimis
Kebun-kebun tetangga yang masih bicara tentang kesederhanaan
Senyum gadis-gadis kecil dan ibu-ibu sepulang berwuduk
Istriku, kita semakin terpencil bukan karena kehabisan ruang lagi
Tapi karena terlampau bertanya tentang hidup ini
(1989)
Sumber: Jalan Menuju Rumahmu (2004).