Puisi Penjual Buah Karya Joko Pinurbo

Setiap pagi penjual buah itu lewat di kampung kami,
keluar masuk gang sambil melantunkan kata-kata hafalan:
Bukan buah sembarang buah, buah saya manis rasanya.

Dara-dara remaja senang sekali mendengarnya;
mereka cepat-cepat berdiri di depan cermin dan menyaksikan
bahwa pohon waktu mulai berbuah.
Ibu-ibu muda dengan gembira merubungnya dan merasakan
betapa pohon cinta sedang lebat buahnya.
Hanya perempuan-perempuan tua suka tersenyum kecut
dan kadang ada yang menangis sambil merengek manja:
Kembalikan buah saya kembalikan buah saya.

“Pisangnya masih, Pak Adam?” demikian ibu-ibu setengah baya
suka bertanya, dan sambil tersenyum bangga penjual buah itu
menggoda: “Aduh, kok pisang lagi yang diminta!”

Bukan buah sembarang buah, buah saya manis rasanya.
Kata-kata ini terus saja diulangnya meskipun segala buah
yang dijajakannya sudah terbeli semua.

Sudah seminggu ini Pak Adam tak muncul di kampung kami.
Kata seorang nenek yang diam-diam mengaguminya,
penjual buah itu tampaknya sudah mendapatkan buahnya buah
yang belum tentu manis rasanya, yang mungkin pahit rasanya.
“Bukan buah sembarang buah,” ujar seorang perawan tua
sambil menikmati apel yang tampak merah dagingnya.

(2001)

Sumber: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi (2016).
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Nih buat jajan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama