Puisi Balada Burung Merak Karya Muhammad Lutfi

Kabut pagi menembus lorong kamarku
Udara malam tersisa jadi embun
Kini, aku duduk lagi
Di tepi kolam
Di atas batu
Dekat pohon matahari yang kita tanam

Kemarin aku telah samperin matahari
Kamu nongol dari pertanyaan-pertanyaanku
Kamu berdahak lihat aku konyol
Di depan matahari

O kau juwitaku
Kamaratih dari dataran tinggi
Tempat aku menerima kunci hatiku

Izinkanlah aku membuka lembaran
Dari lontar-lontar berharga
Yang aku buat dari perjalanan dan pencarianku
Menepikan api hati dalam jiwaku

Engkau datang bagai angin
Aku gurun di atas bumi
Sebelum mengenal kau
Kau lebih indah dari yang aku kira
O juwitaku
Kamaratih dari dataran tinggi

Di manakah kamu kini?
Apakah kamu berada di bantalku,
Apakah kamu berada di sakuku,
Apakah kamu berada di atas atap rumahku
Atau kau berada di lembaran pajangan foto-foto rumahku

O kamaratih
Juwitaku dari dataran tinggi.

Aku kirim pamflet merpati
Untuk kau maknai kembali
Apa arti dari sebuah sayap dari burung
Engkau mesti tahu

O bunga surgawi
Tanah berembun tanda jelita

Kita telah tumbuh dalam suara
Dan pencarian kita selama ini
Menimbulkan sesuatu pertemuan

Pertemuan-pertemuanku denganmu
Membuka cakrawala
Menghapus jejak langkah
Dan aku lebih waspada
Dari sorot matahari

O juwitaku
Kembang surga dataran tinggi
Jelita taman hati

Surat jikalau terbentang
Serasa basi
Puisi jikalau pendek rasanya basi
Aku pertemukan surat dan puisiku
Untuk kamu
Yang sudah berhasil jadi cahya inspirasiku

Bergerak,
Bergeraklah seperti kupu-kupu
Dari dalam kepompong kering
Aku hanya ingin kemerdekaan
Aku hanya ingin kemerdekaan
Aku hanya ingin kebebasan

Manusia suka mencampuri urusan orang lain
Manusia suka obok-obok kehidupan orang lain

Pergi,
Pergi dan pergi jauh saja
Di pasar,
Di sungai, di hutan
Di Gedung, di kota
Itulah wajahmu yang merdeka
Dan kita sudah menemukan keberadaan adanya kehidupan

Hai burung sangkar
Bebas dan merdeka
Seperti kupu-kupu dengan pendar pelangi
Setelah hujan berhenti dan menetes
Tinggal air mata
Harapkan langit terbuka
Dari mendung yang terbelah

Engkau lebih tahu dari aku
Bahwa sepi adalah duri
Tumbuh di antara cantik bunga mawar Bahwa sepi adalah sunyi
Senyap dalam gelombang suara
Yang kacau

Oh memang begitulah seharusnya hidup
Bergerak, tidak terikat
Dan tanpa sangkar tanpa tambatan
Seperti bunga-bunga
Seperti burung yang sudah terlepas
Dari fatamorgana
Aku hanya ingin kau menjadi
Kata-kata bagi puisiku

Puisi-puisiku
Lebih rapi dari benang-benang sutra
Puisi-puisiku lebih indah dari suatu kenangan
Puisi-puisi ini
Lebih menusuk daripada jari-jari lelaki

Apakah seekor kapal bisa berlabuh
Jika tanpa bulan dan layar
Berkibar di atas tiang-tiang
Tanda dia sudah jadi angin
Angin lebih sakit daripada pisau
Angin lebih sakit daripada duri mawar sekalipun

Puisi-puisi ini aku inginkan
Jadi surat-surat indah untuk kau
Dalam temani malam dan harimu
Dalam temani siang dan pagimu
Dalam temani suka dan bahagiaku

Dik
Surat ini adalah suaraku yang tersamar
Paling tidak bisa aku lihat
Dan tak bisa engkau tangkap dalam
Suatu botol kaca

Dik
Coba pandang langit malam hari
Bintang dengan posisi terbalik itulah keinginanmu
Dalam maksudku yang tertutup kabut
Engkau akan lihat aku mainkan seruling di atas bulan baru
Masih pakai bulu merak di antara telinga kananku

O juwitaku
Kamaratih bunga surga
Harum jelita ekor mawar

Tinggalkan duri-duri berkarat
Sebagai penyekat hatimu
Agar kau tahu dan dapat menghirup aroma
Dari wangi tanah surga
Yang kita bayang-bayangkan

Bahwa daun di halaman rumah
Masih segar dan berbekas embun
Oh engkau dimanakah kini
Aku harap-harap bertemu denganmu
Dengan kita yang sudah bertemu kini
Maka biarkan aku jadi sayap elang
Menghempas melewati alam
Melintasi lautan
Menendang-nendang udara
Naik-naik
Seperti pegunungan

Iya sudah memang pantas kita bertemu
Juwitaku-juwitaku
Katanya aku ini engkau rindukan
Banyak dirindukan
Tapi aku sendiri masih merindukan
Jiwa kembang putih dalam diriku ini.
Apakah ini suara jiwaku
Atau lain diriku
Ketika menemukanmu
Jadi lain wanita
Nongol dari lain matahari

Oh juwitaku
Bunga-bungaan ajaib tanah surgawi
Kini telah kita temukan gelora jiwa bersemayam
Dalam tubuh
Nyanyi sunyi,
Nyanyi sepi,
Apa harapan manusia ketika sendiri?
Apa harapan manusia ketika sepi?
Apa harapan manusia ketika berada di sudut?
Memang seperti itu pertanyaan-pertanyaanku
Yang salah satunya.

Salah satu pertemuanku adalah dengan cahaya
Yang menyorot lubuk jiwaku
Di tepi batin-batinku
Suara-suara menggema-gema
Bagai fatamorgana
Dan aku terduduk
Terduduk
Dan terdiam
Bagai kendi air yang terisi air
Itulah kini keadaanku
Seperti bunga-bunga surga
Seperti warna-warna surga

Pada halaman kesembilan
Dari puisi ini
Aku berikan sesuatu kenang-kenangan
Seperti cium seorang kekasih
Sebab rindu adalah harapan
Dan harapan adalah suatu tujuan kecil
Dari bayang dan angan manusia

(Agustus 2021)


Sumber: Puisi kiriman Muhammad Lutfi melalui email 2 Agustus 2024.
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Nih buat jajan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama