Puisi Lagu Murni Karya Acep Zamzam Noor

Lagu Murni
Versi buku Menjadi Penyair Lagi (2007)

Sunyi pun menyeru dalam gelas rindu
Kita di sini, menating kesementaraan waktu
Hari-hari pun luruh, menimbun tanah usia
Kian tenggelam: sunyi ini terus menyeru

Tinggal tulang, tinggal napas yang bimbang
Berbaring sepanjang perjalanan, sunyi yang panjang
Sepanjang padang perburuan: usia yang membaringkan kita
Di sini, menandu nisan berpahatkan firman

Bertuliskan rindu dendam, keabadian kenang

Kita di sini, kekasih, berbeban cinta
Masih juga sunyi, dan rinai suara dari tangis
Semesta
Kita lecut kuda paling putih: iman dan nyala api kasih

(1982)


Lagu Murni
Versi majalah Horison (Februari, 1984)

sehelai daun di bawah jendela
merenungi dunia. Pagi mengurai tirai
angin mencelupkan warna di kejauhan
biru. Dan kabut dari punggung bukit itu
bangkit bersama matahari

sehelai daun di bawah jendela
basah oleh embun. Mungkin juga menangis
atau tersipu melihat kelucuan kita, atau cemburu
dan pagi tegak melangkahinya. Matahari naik
kehangatan menggoyangkan pohonan di belakang
rumah. Hari menjadi lengkap dengan senyummu
yang penuh arti

tentang sehelai daun
aku telah mencatatnya. Melukisnya dengan warna tua
pada kedua pipi, kening dan leher jenjangmu
yang menggelinjang bagai daun di bawah jendela
ketika angin menghembusnya tiba-tiba

(1983)


Sumber: "Puisi: Lagu Murni (Karya Acep Zamzam Noor)", https://www.sepenuhnya.com/2022/12/puisi-lagu-murni.html.
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Nih buat jajan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama