Puisi Rocca Paolina Karya Acep Zamzam Noor

Sebuah lorong gelap
Dengan ruang-ruang berceruk
Dinding kasar dan tangga-tangga
Yang berkelok. Kudengar sebuah suara
Dari lubuk kegelapan
Seperti jeritan tembok-tembok tua
Yang ditanam kekekalan di balik bumi
Di sekelilingku waktu memadat dan membeku
Jalanku sempit dan langkahku terbendung
Sebuah patung pecah dan berantakan
Relief pada dinding penuh coretan tangan
Di sela botol-botol aku merangkak dan melolong
Memasuki labirin puing-puing

Kukenal kegelapan lebih dari langkahku sendiri
Cahaya di luar hanya dihubungkan hangatnya anggur
Dengan tenggorokanku. Sebuah jendela kecil
Dari dinding ratusan tahun yang retak
Tak bisa menyerapku lebih jauh ke luar
Kulihat bintang-bintang padam di sebagian langit
Lalu sepotong bulan melelehkan darah segar
Dari celah kecil ini tak kulihat lambungmu yang luka
Suaramu hanya kudengar dari balik bumi
Jeritan yang menggetarkan bangunan besar ini
Tapi seperti ada yang bergerak pada aortaku
Sebuah kereta api meluncur dengan deras
Dan aku menggelepar di tengah gelap

Di ceruk terdalam
Pikiranku tumpah dan menggenang
Lorong kematian segera menyerapnya
Dengan melepaskan kepalaku dari pikiran-pikiran
Yang liar. Kudengar kepak ribuan kelelawar
Seperti membentangkan langit yang lain
Di antara suara dan kebisuanmu yang abadi
Aku tak tahu mana nyanyian atau kutukan
Tapi langitmu semakin lebar dan tinggi
Sedang bumi membeku dan tak peduli
Aku mencapai sebuah dasar dan terdiam di sana
Seekor kucing berlumuran darah
Lalu kepak angin terdengar nyaring.

(1992)


Sumber: Jalan Menuju Rumahmu (2004).
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Nih buat jajan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama