Ketika lelehan cahaya melumuri sebuah beranda
Angin menyelinap di antara kursi-kursi rotan, meja kaca
Asbak marmar putih serta dua cangkir teh
yang masih mengepulkan asap. Ketika matamu berair
Disentuh ujung cahaya yang mengandung ucapan
Kau menjelma lukisan. Rautmu nampak lebih khusyuk
Dari daun-daun pinus yang merunduk di udara
Lebih ngungun dari senja yang turun tanpa parasut
Dan mendaratkan kesenduan pada kolam matamu
Di halaman patung-patung semen itu menghijau
Seperti monumen yang dilupakan orang dan diam-diam
Berlumut. Kuhirup wangi teh dan kususuri rambutmu
Yang membawa ingatanku ke negeri-negeri jauh:
Di depanku terbayang lagi pantai, ombak, batu karang
Kaki langit yang redup serta awan yang kemerahan
Di udara. Dan senja yang menyerap habis senyumanmu
Telah menorehkan ceruk-ceruk indah
Di kedua pipimu
(1997)
Sumber: Menjadi Penyair Lagi (2007).
Angin menyelinap di antara kursi-kursi rotan, meja kaca
Asbak marmar putih serta dua cangkir teh
yang masih mengepulkan asap. Ketika matamu berair
Disentuh ujung cahaya yang mengandung ucapan
Kau menjelma lukisan. Rautmu nampak lebih khusyuk
Dari daun-daun pinus yang merunduk di udara
Lebih ngungun dari senja yang turun tanpa parasut
Dan mendaratkan kesenduan pada kolam matamu
Di halaman patung-patung semen itu menghijau
Seperti monumen yang dilupakan orang dan diam-diam
Berlumut. Kuhirup wangi teh dan kususuri rambutmu
Yang membawa ingatanku ke negeri-negeri jauh:
Di depanku terbayang lagi pantai, ombak, batu karang
Kaki langit yang redup serta awan yang kemerahan
Di udara. Dan senja yang menyerap habis senyumanmu
Telah menorehkan ceruk-ceruk indah
Di kedua pipimu
(1997)
Sumber: Menjadi Penyair Lagi (2007).