Puisi Menanti Kelahiran Karya Acep Zamzam Noor

Hari demi hari
Adalah huruf-huruf yang kembali
Ke haribaan bumi. Jalan panjang yang kutempuh
Bumilah ujung dari semua kata-kataku
Dan puisi, kulihat seperti bintang-bintang
Di pelipis anakku yang akan datang

Hari demi hari, menjadi bulan dan tahun penuh debu
Langit redup di lembar-lembar kertasku
Bagaikan malam yang kehilangan salak anjing
Di sebuah hutan. Hari demi hari
Adalah kekalahan sekaligus kemenangan:
Kuburu puisi ke ujung bumi
Ketika orang-orang tak peduli, ketika orang-orang
Tak percaya ucapan penyair

Kuburu puisi, kuburu sunyi ke ujung paling jauh
Dan cinta terwujud dalam birahi kata-kataku
Buah kegelisahan seratus tahun
Aku melihat bintang-bintang di langit
Aku melihat pelipis anakku yang keemasan
Bintang-bintang menjadi isyarat
Anakku menjadi jawaban. Demikianlah puisi lahir
Ketika orang-orang tak percaya ucapan penyair
Tapi setiap buku yang ditulis ibu
Darahlah tintanya
Dan semua yang diucapkan cinta
Menjadi puisi terindah
Tangisan bayi
Yang membentangkan jalan pulang
Bagi pemburu cahaya

Aku memburu cahaya, sekaligus memuja kegelapan
Hasrat paling akhir dari seorang penyair
Adalah melupakan semuanya. Berdiri di puncak batu karang
Tubuhku dililit bendera warna-warni
Yang dijulurkan lidah cakrawala
Di bawah tumpukan jerami
Di antara kebusukan dan kemurnian kata-kata
Kudengar bunyi serangga
Bagaikan nyanyian
Gelombang-gelombang panjang
Melipat suaraku
Ke dalam sunyi
Dan puisi, kulihat seperti anakku
Yang tengah dilahirkan ibunya ke dunia

(1994)


Sumber: Di Atas Umbria (1999).

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama