Puisi Pelabuhan Ampenan Karya Acep Zamzam Noor

Sebuah jalan membelah kebisuan siang
Udara panas serta debu mengepul ke udara
Aku menyusuri pedestrian, melewati deretan toko
Yang sudah menjadi reruntuhan di antara gudang tua
Rumah tanpa penghuni dan biara sepi. Ke sanalah
Aku berjalan sendiri sambil menundukkan kepala
Berjalan dengan membawa sebongkah batu
Di dalam dada. Aku mencari kedai kopi

Sebuah dermaga mengiris keheningan pantai
Matahari masih di puncak kemegahannya
Perahu-perahu membisu, juga tiang-tiang kayu.
Bentangan tambang serta beberapa pemuda
Yang tampak termangu. Ke sanalah aku berjalan
Sambil mengutuki betapa cepatnya putaran waktu
Lalu memanggil kembali tahun-tahun yang pergi
Dan menenggelamkannya di lubuk hati

Sebuah bangku dengan guguran daun kering
Yang beterbangan karena dipermainkan angin
Kelompok kecil awan membubarkan diri di udara
Langit bersih seperti kulit telor asin, sesekali ombak
Membentur tembok dermaga. Ke sanalah aku berjalan
Dengan mempercayakan langkah pada ujung kaki
Ke sanalah aku berjalan menyeret ingatan yang tersisa
Lalu menginjaknya dengan sepatu. Aku haus sekali

Sebuah kedai kopi jauh di ujung dermaga
Di antara pondok-pondok nelayan yang kusam
Tenda-tenda rumbia serta dinding-dinding papan
Yang mulai dimakan usia. Ke sanalah aku berjalan
Berjalan sambil melepaskan pakaian satu demi satu
Membuang lembar demi lembar keyakinanku ke laut
Ke sanalah aku berjalan sendiri menemui kembaranku
Yang merana. Menjumpai kesepianku yang sempurna.

(2014)


Sumber: Kompas (Sabtu, 9 Juli 2016).
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Nih buat jajan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama