Puisi Leiden Karya Acep Zamzam Noor

Aku tiba di sini
Di antara kata-kata liar
Buruanku. Sebuah lonceng besar
Melayang-layang di udara
Sedang di jalan-jalan sempit kota ini
Kudengar ambulan-ambulan mengerang
Lalu ingatanku melompati sebuah menara
Yang menjulang. Gedung-gedung gemetar
Kanal-kanal menggigil
Perahu-perahu merapatkan diri
Ke teras sebuah kastil:
Kebisuan adalah bahasa lain
Seperti juga puing-puing
Atau kincir angin
Pada musim terakhir

Kuikuti cahaya biru yang berkelebat
Kusebar harum gandum sepanjang kaki lima
Kupilih anggur ketimbang mendung atau gerimis
Sebuah kota nampak tengah bersujud seperti arca
Tapi tidak menangis. Aku membaca rajah
Menggumamkan mantera-mantera
Yang terpahat pada retakan-retakan tanah
Kudengar suara lonceng masih melayang-layang
Di udara. Sedang di ranting-ranting linden
Juga di pokok-pokok hitam pinus tua
Angin seperti kehilangan desirnya
Dalam gerak waktu. Sebuah isyarat luka
Bayang-bayang yang menjatuhkan diri
Di atas reruntuhan senja

(1996)


Sumber: Jalan Menuju Rumahmu (2004).
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Nih buat jajan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama