Pada saat penyeberangan sesudah makan siang, lepas pantai Gilimanuk, kulihat kau bersandar di sana sepuluh tahun yang silam, pohon-pohon palma di belakangmu
Ada suatu saat di Margomulyo, sehabis sore Yogya dengan kuku burung balam mengantar malam, awan dan cahaya sama tenggelam
Berlayar di lautan Jawa dan Hindia, panggilan peluit uap cerobong asap dan lemparan tali sisal, tak sampai mencapai pantai
Berdiri di pojok lapangan Banteng sebelum ada terminal, engkau melintas sepintas serasa tidak aku kau kenal, kemudian kita naik oplet tua Willys tahun lima dua
Engkaukah itu depan warung desa Ayuthya, di pojok Metro Trocadero, di antara rak-rak buku toko Atheneo, di kampus pedalaman Indonesia yang bentuknya seperti gudang-gudang sederhana
Aku mencatatnya semua dan melupakannya semua, ketika makan masakan Szechwan yang lezat cita rasanya atau ketika bersama misi militer, berdiri memandang padang-padang perbatasan negara yang dibagi dua, selatan dan utara
Para pengemis Colombo, Weleri, Marble Arch Underground, depan museum Tashkent, Ginza, pasar Senen Lama, Fifth Avenue, kalian semua membikin hatiku ngilu, tapi sekaligus menyindirku, bahwa sebenarnya daku juga pengemis kehidupan, dalam ukuran tertentu
Aku mencatatmu dan mencoba melupakanmu.
Adalah perpustakaan, kuburan dan rumah yatim piatu yang amat dalam mencekamku, kemana pun aku pergi kucoba menjenguk jendela dan pagarmu, adakah engkau di situ dan selintas, engkau ada di situ
Pagi ini aku sarapan agak banyak, waktuku adalah ujung musim semi dan pangkal musim panas, losmenku Stanhope Place nomor 4, telepon 01-262-4070, kamarku seharga dua paun tambah pelayanan sepuluh persen
Berdiri di West End memikirkan poster-poster teater, suara-suara orang Italia menjajakan hamburger dengan saus tomat, engkau pun lewat, berjalan satu tikungan dan berdiri depan sebuah boutique lalu kita menatap model dasi serta baju berwarna-warna gila dan biru tua
Restoran Aljazair itu amat lezat, sup ikan Paris luar biasa dan masakan Kanton adalah makanan raja-raja, namun aku rindu juga lepau nasi Padang dan warung tongseng Jawa yang bukan main lambannya, karena mungkin engkau, ada di sana
Engkau campur-baur dan seringkali kabur, namun aku mencatatmu, untuk rindu dan lalu kucoba, melupakanmu.
(1971)
Sumber: Sajak Ladang Jagung (1973).
Ada suatu saat di Margomulyo, sehabis sore Yogya dengan kuku burung balam mengantar malam, awan dan cahaya sama tenggelam
Berlayar di lautan Jawa dan Hindia, panggilan peluit uap cerobong asap dan lemparan tali sisal, tak sampai mencapai pantai
Berdiri di pojok lapangan Banteng sebelum ada terminal, engkau melintas sepintas serasa tidak aku kau kenal, kemudian kita naik oplet tua Willys tahun lima dua
Engkaukah itu depan warung desa Ayuthya, di pojok Metro Trocadero, di antara rak-rak buku toko Atheneo, di kampus pedalaman Indonesia yang bentuknya seperti gudang-gudang sederhana
Aku mencatatnya semua dan melupakannya semua, ketika makan masakan Szechwan yang lezat cita rasanya atau ketika bersama misi militer, berdiri memandang padang-padang perbatasan negara yang dibagi dua, selatan dan utara
Para pengemis Colombo, Weleri, Marble Arch Underground, depan museum Tashkent, Ginza, pasar Senen Lama, Fifth Avenue, kalian semua membikin hatiku ngilu, tapi sekaligus menyindirku, bahwa sebenarnya daku juga pengemis kehidupan, dalam ukuran tertentu
Aku mencatatmu dan mencoba melupakanmu.
Adalah perpustakaan, kuburan dan rumah yatim piatu yang amat dalam mencekamku, kemana pun aku pergi kucoba menjenguk jendela dan pagarmu, adakah engkau di situ dan selintas, engkau ada di situ
Pagi ini aku sarapan agak banyak, waktuku adalah ujung musim semi dan pangkal musim panas, losmenku Stanhope Place nomor 4, telepon 01-262-4070, kamarku seharga dua paun tambah pelayanan sepuluh persen
Berdiri di West End memikirkan poster-poster teater, suara-suara orang Italia menjajakan hamburger dengan saus tomat, engkau pun lewat, berjalan satu tikungan dan berdiri depan sebuah boutique lalu kita menatap model dasi serta baju berwarna-warna gila dan biru tua
Restoran Aljazair itu amat lezat, sup ikan Paris luar biasa dan masakan Kanton adalah makanan raja-raja, namun aku rindu juga lepau nasi Padang dan warung tongseng Jawa yang bukan main lambannya, karena mungkin engkau, ada di sana
Engkau campur-baur dan seringkali kabur, namun aku mencatatmu, untuk rindu dan lalu kucoba, melupakanmu.
(1971)
Sumber: Sajak Ladang Jagung (1973).